UNAIR NEWS – Meningkatkan layanan kesehatan primer merupakan tugas dan tanggung jawab negara. Dalam hal ini, negara berperan sebagai aktor utama dalam merencanakan, melaksanakan, sekaligus mengendalikan. Akan tetapi, mewujudkan kesehatan masyarakat yang paripurna bukanlah perkara mudah. Berkaitan dengan hal itu, Prof Dr Ratna Dwi Wulandari, SKM, MKes merekomendasikan implementasi kesehatan primer dengan strategi service blueprint berbasis client lifetime journey.
Strategi itu ia sampaikan pada momen pengukuhannya sebagai Guru Besar (gubes) Universitas Airlangga (UNAIR) pada Rabu (4/10/2023). Pengukuhan itu berlangsung di Aula Garuda Mukti, Kantor Manajemen, Kampus MERR-C UNAIR.
Status Kesehatan
Upaya mewujudkan status kesehatan, kata Prof Ratna, masih kerap kali mengalami hambatan, khususnya dalam hal aksesibilitas dan kualitas. Hambatan itu semakin bertambah seiring dengan situasi epidemiologi yang memaksa negara menanggung beban ganda.
“Banyak faktor yang menyebabkan hambatan dalam meningkatkan status kesehatan bagi semua. Di antaranya adalah masalah aksesibilitas dan kualitas,” ujar Prof Ratna.
Untuk itu, sambungnya, pemerintah pada tahun 2023 telah gencar menggaungkan pentingnya konsep kesehatan primer. Menurutnya, kesehatan primer merupakan kunci utama dalam dalam memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat. Akan tetapi, konsep kesehatan primer memerlukan strategi khusus. Sehingga dapat terimplementasi dengan tepat dan cepat.
“Implementasi kesehatan primer memerlukan strategi khusus agar bisa diaplikasikan dengan tetap dan sedini mungkin,” ucapnya.
Strategi dan Rekomendasi
Melihat pentingnya implementasi kesehatan primer, Prof Ratna mengusulkan sebuah strategi. Strategi itu berupa service blueprint, sebuah alat bantu untuk merencanakan layanan kesehatan. Dalam hal ini, service blueprint terintegrasi dengan client lifetime journey. Tujuannya adalah untuk menampilkan perjalanan klien dalam pengobatan dan pemanfaatan layanan kesehatan.
“Pengembangan client lifetime journey pada service blueprint bertujuan untuk menampilkan secara utuh peta perjalanan seorang klien. Khususnya terkait perilaku pengobatan, proses pengambilan keputusan, serta pemanfaatan pelayanan kesehatan,” terang guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UNAIR itu.
Lebih lanjut, gubes ilmu administrasi dan kebijakan kesehatan itu menyebut bahwa service blueprint berbasis siklus hidup menjadi pendekatan yang ideal. Khususnya dalam memberikan pengalaman dinamis dan memberikan layanan lintas fungsi.
Menutup orasinya, Prof Ratna memberikan beberapa rekomendasi. Pertama, pemerintah perlu meningkatkan praktik perencanaan yang memperhatikan dinamika siklus hidup. Kedua, pemerintah daerah harapannya dapat mengadopsi konsep service blueprint berbasis lifetime journey. Menurutnya, adopsi konsep itu penting dalam penyusunan rancangan kesehatan baik di tingkat pusat maupun daerah.
“Pemerintah perlu membudayakan praktik perencanaan berbasis bukti yang memperhatikan dinamika siklus hidup klien. Selain itu, saya berharap pemerintah daerah juga bisa mengadopsi service blueprint berbasis client lifetime journey. Karena ini penting sebagai pendekatan untuk menyusun rancangan kesehatan,” tegasnya. (*)
Penulis: Yulia Rohmawati
Editor: Binti Q. Masruroh