Universitas Airlangga Official Website

Guru Besar FH UNAIR Paparkan Perkembangan Hukum Perikatan dalam Plenary Sessions Kolokium

Guru Besar Hukum Kontrak UNAIR Prof Yohanes Sogar Simamora (kiri) saat memaparkan materinya. (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – FH UNAIR menggelar kolokium untuk mahasiswa magister dan doktoralnya dengan tajuk Pembaharuan Hukum Nasional Dalam Rangka Mendukung Ease of Doing Business di Indonesia pada Kamis (8/12/2022). Dalam plenary sessions, Guru Besar Hukum Kontrak UNAIR Prof Yohanes Sogar Simamora diundang menjadi narasumber untuk membincangkan perkembangan hukum perikatan.

Prof Sogar, sapaan akrabnya, menuturkan bahwa problem utama dari hukum perikatan dan keterikatannya dengan hukum harta kekayaan adalah ketidaksinkronan hukum. Di Indonesia, basis utama hukum perikatan adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/Burgelijk Wetboek (KUHPer/BW). Prof Sogar mengatakan bahwa terkadang ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dalam BW seringkali tidak sinkron. Hal ini tentu memunculkan ketidakpastian hukum, sehingga itu warta buruk dalam konteks ease of doing business (EODB).

“Eksistensi BW sendiri sudah sangat tua umurnya, karena itu merupakan warisan kolonial. Melihat perkembangan hukum perikatan perlu dilakukan studi perbandingan. Ambil contoh adanya konsep unjust enrichment (pemerkayaan yang tidak adil) yang eksis di hukum perikatan Jerman dan Belanda. Pemerkayaan dikatakan tidak adil dalam suatu perikatan apabila salah satu pihak mendapat keuntungan yang secara etis atau moral itu tidak diperbolehkan. Di kita masih belum ada,” ujar guru besar itu.

Berbincang mengenai hukum perikatan akan mustahil bilamana tidak membahas terkait hukum kontrak. Prof. Sogar menuturkan bahwa perkembangan hukum kontrak sangat dipengaruhi oleh prinsip efisiensi. Hal ini dikarenakan kuatnya nuansa bisnis dari hukum kontrak, dan kemudahan bisnis sangat ditentukan dari efisiensi hukumnya.

Dua hal yang disoroti Prof Sogar terkait perkembangan hukum kontrak adalah pengertian dan keabsahan hukum kontrak. Prof Sogar menekankan bahwa kontrak itu bukan persoalan hak dan kewajiban para pihak, melainkan terkait kewajiban saja untuk menaati kontrak tersebut. Hal ini berlainan dengan pemahaman umum dari pengertian kontrak itu sendiri.

“Keabsahan hukum kontrak dalam BW juga menimbulkan ketidakpastian hukum. Syarat sah kontrak menurut Pasal 1320 BW salah satunya adalah sepakat untuk mengikatkan diri dari kontrak. Di BW tidak dijelaskan lebih lanjut terkait kesepakatan ini seperti apa. Di Belanda yang telah berganti BW, dijelaskan bahwa elemen kesepakatan ini memiliki dua aspek yang harus dipenuhi. Pertama yakni adanya tawaran, dan kedua adanya penerimaan atas tawaran tersebut,” ujar alumni UNAIR itu.

Kolokium ini juga mengundang dua guru besar FH UNAIR lainnya untuk membahas terkait aspek konseptual kepakarannya dan keterikatannya dalam mendukung EODB. Yang lainnya adalah Guru Besar Hukum Pidana Prof Nur Basuki Minarno yang membahas terkait pidana administratif. Guru Besar Hukum Kekayaan Intelektual Prof Nurul Barizah juga hadir secara virtual. Disitu, ia mengulas terkait pentingnya penegakan hukum yang kuat terkait hak kekayaan intelektual dalam mendukung iklim investasi.

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Nuri Hermawan