Universitas Airlangga Official Website

Guru Besar UNAIR Ungkap Sejarah Pertempuran Surabaya dan Bahaya Amnesia Sejarah

Prof Dr Sarkawi SS MHum saat memberikan orasi ilmiah (foto: PKIP UNAIR)
Prof Dr Sarkawi SS MHum saat memberikan orasi ilmiah (foto: PKIP UNAIR)

UNAIR NEWS – Penjajahan Belanda di Indonesia bermula ketika Cornelis de Houtman melakukan ekspedisi pada 27 Juni 1596 di Banten. Keberhasilan ekspedisi yang awalnya bertujuan untuk perdagangan rempah ini kemudian membuka jalan bagi ekspedisi berikutnya yang berujung pada praktik kolonialisme. 

Namun, kebijakan Belanda mengalami perubahan mendasar pada awal abad 20. Dengan munculnya politik etis yang berdasar pada gagasan kewajiban moral dan hutang budi pemerintah kolonial Belanda terhadap tanah jajahan. Oleh karena itu, perkembangan pendidikan mendapatkan perhatian khusus Belanda pada periode tersebut.

Berdasarkan hal itu, Dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Dr Sarkawi SS MHum mengungkapkan bahwa Surabaya juga memulai suatu babakan baru dalam perjuangan melawan penjajah berkat kesadaran dari golongan masyarakat yang telah mendapat pendidikan. Ia mengungkapkan fakta tersebut dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar (gubes) pada Selasa (17/12/2024) di Aula Garuda Mukti, Kantor Manajemen, Kampus MERR-C UNAIR. 

“Rumah Tjokroaminoto yang terletak di daerah Peneleh menjadi tempat bertemunya pemuda-pemuda yang kemudian menjadi penggerak gerakan nasional. Mereka antara lain Soekarno, Alimin, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis,” ungkapnya. 

Prof Dr Sarkawi SS MHum bersama Rektor UNAIR Prof M Nasih (foto: PKIP UNAIR)

Setelah proklamasi kemerdekaan, Inggris yang mengambil alih tugas pengamanan menyebarkan selebaran yang menginstruksikan kepada semua orang Indonesia untuk menyerahkan senjata dengan ancaman hukuman mati. Atas kejadian tersebut, Prof Sarkawi memaparkan bahwa ketika itu pejuang Indonesia memutuskan untuk melakukan penyerangan. 

“Dalam waktu 24 jam, Brigade 49 hampir binasa dan pihak Inggris buru-buru meminta bantuan Presiden Soekarno untuk menyelamatkan sisa-sisa pasukan kesatuan itu. Bung Karno, Bung Hatta, dan Amir Sjarifuddin akhirnya ke Surabaya untuk memerintahkan penghentian tembak-menembak kepada pasukan Indonesia,” jelasnya.

Seminggu kemudian pada pertempuran yang menewaskan Mallaby, Inggris memberikan ultimatum. Pejuang Indonesia yang tidak menuruti ultimatum tersebut akhirnya menyebabkan Inggris melancarkan serangan. “Inggris di bawah pasukan Mansergh mulai melancarkan serangan sehingga pecahlah pertempuran Surabaya yang dikenal dengan The Battle of Surabaya,” imbuhnya. 

Melalui fakta sejarah ini, Prof Sarkawi menilai bahwa Surabaya adalah kota tempat bersemainya benih-benih nasionalisme. Namun, sayangnya tidak banyak orang yang ingat atau tahu mengenai fakta ini. Menurutnya ini adalah bentuk amnesia sejarah. “Amnesia ini sangat berbahaya, tidak hanya menggerogoti integritas moral dan intelektual kita, tapi juga menjadi dasar bagi kejahatan selanjutnya,” ucapnya. 

Sebagai bangsa yang penuh dengan perjuangan heroik dalam merebut kemerdekaan, Prof Sarkawi mengatakan bahwa Indonesia harus lebih memperhatikan para veteran dan keluarganya. Guru Besar FIB UNAIR itu juga mengatakan bahwa perguruan tinggi juga harus berkontribusi dalam memperhatikan para veteran ini. “Perguruan tinggi harus mengambil peran untuk memberikan kehidupan yang layak bagi mereka para veteran,” sebutnya. 

Penulis: Mohammad Adif Albarado

Editor: Edwin Fatahuddin