Universitas Airlangga Official Website

Gubes FISIP Rekomendasikan Pemberdayaan Analis Kebijakan

Guru Besar FISIP UNAIR Rekomendasikan Pemberdayaan Analis Kebijakan
Guru Besar FISIP UNAIR Rekomendasikan Pemberdayaan Analis Kebijakan

UNAIR NEWS – Kebijakan publik menjadi aspek penting dalam sebuah pemerintahan. Pasalnya, kebijakan publik menjadi cara pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan di masyarakat. Akan tetapi, pada implementasinya, kebijakan publik seringkali tidak berjalan dengan semestinya. Hal itu lantaran analis kebijakan kerap mengabaikan proses yang sehat dalam meramu kebijakan.

Menimbang permasalahan pada praktik kebijakan publik di Indonesia, maka perlu adanya suatu perbaikan. Selaras dengan itu, Prof Dr Antun Mardiyanta, Drs, MA mengusulkan suatu gagasan bertajuk Tata Kelola Masalah Publik: Suatu Ancangan bagi Praktik Analis Kebijakan di Indonesia. Gagasan itu ia sampaikan pada orasi pengukuhannya sebagai guru besar Universitas Airlangga (UNAIR), Kamis (21/9/2023) di Aula Garuda Mukti, Kantor Manajemen, Kampus MERR-C UNAIR.

Masalah Kebijakan Publik

Merujuk pada data Pusat Pembinaan Analis Kebijakan Lembaga Administrasi Negara (LAN), jumlah Jabatan Fungsional Analis Kebijakan (JFAK) meningkat sebesar 800 persen. Peningkatan itu, kata Prof Antun, memantik munculnya tiga pertanyaan terkait metodologi, kualitas, dan kuasa analis kebijakan.

“Dengan peningkatan besaran kuantitas analis kebijakan yang sedemikian, perlu dipertanyakan tiga hal. Sejauh mana penggunaan metodologi analisis dapat secara tepat mengelola masalah publik? Sejauh mana kualitas hasil analisis dapat menjawab persoalan publik? Dan, sejauh mana timbulnya daya atau kuasa analis kebijakan melalui hasil analisisnya?,” tutur Prof Antun.

Tidak hanya itu, kebijakan publik di Indonesia juga merujuk pada masalah pemberdayaan terhadap para analis kebijakan. Menurut Prof Antun, pemberdayaan pada analis kebijakan penting untuk dilakukan. Pasalnya, analis kebijakan memiliki peran penting dalam memberikan saran kepada pemerintah dalam menyusun kebijakan. 

“Ketiga pertanyaan itu lantas merujuk pada sebuah pertanyaan. Sejauh mana pemberdayaan terhadap para analis kebijakan tersebut dilakukan sehingga dapat menciptakan analis kebijakan yang dapat speaking truth to power?” ucapnya.

Pemberdayaan Analis Kebijakan

Lebih lanjut, Prof Atun merekomendasikan beberapa hal terkait pemberdayaan analis kebijakan. Pertama, analis kebijakan seharusnya dapat menjadi aktor dalam meminimalkan potensi konten dan proses kebijakan publik yang diskriminatif. 

“Para analis kebijakan seharusnya dapat meminimalkan potensi konten dan proses kebijakan publik yang diskriminatif. Tentunya mereka juga secara lincah mempraktikan berbagai perspektif dan metode dalam analisis mereka,” kata Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UNAIR itu.

Rekomendasi kedua yaitu berupa penyediaan ekosistem kerja yang baru antara pembuat dan analis kebijakan. Ekosistem kerja itu menekankan pada kolaborasi, komunikasi yang terbuka, rasa saling menghormati, dan kesatuan visi.

“Perlu juga adanya ekosistem kerja yang baru antara pembuat kebijakan dan analis kebijakan, yaitu kolaborasi, komunikasi yang terbuka, rasa saling menghormati, serta kesatuan visi untuk memutuskan kebijakan yang tepat guna,” tambahnya.

Terakhir, ia menyarankan perlunya keterbukaan dan penerimaan beragam perspektif dalam ruang-ruang perkuliahan dan pelatihan analis kebijakan. Hal itu, sambung Prof Antun, dapat menumbuhkan kepekaan para analis kebijakan dalam menuntaskan masalah kebijakan di masyarakat.

“Selain itu, ruang-ruang perkuliahan dan pelatihan para analis kebijakan perlu membuka diri pada keragaman perspektif. Dan tentunya itu menjadi metode untuk menumbuhkembangkan kepekaan mereka dalam meramu masalah-masalah kebijakan. Sehingga, analis kebijakan yang lincah dalam menghadapi masalah-masalah publik dapat dihasilkan,” tegasnya. (*)

Penulis: Yulia Rohmawati

Editor: Binti Q. Masruroh