UNAIR NEWS – Prof Baiq Lekar Sinayang Wahyu Wardhani Dra MA PhD secara resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR). Jabatan fungsional tertinggi bagi dosen itu ia terima pada Kamis (19/12/2024), di Aula Garuda Mukti, Kantor Manajemen Kampus MERR-C UNAIR. Prof Baiq kini resmi menjadi Guru Besar bidang Pembangunan Internasional dan Isu Global. Dalam kesempatan itu, Prof Baiq menyampaikan orasi bertajuk Transregionalisme sebagai Agenda Masa Depan Diplomasi Indonesia di Pasifik.
Prof Baiq menyampaikan, negara-negara kawasan Asia Pasifik menjadi negara tetangga terdekat bagi Indonesia selain negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Namun, sejauh ini perhatian utama Indonesia hanya tertuju pada negara-negara di Asia Tenggara, sehingga memicu sikap negatif negara-negara Pasifik terhadap Indonesia.
Hubungan Indonesia dengan negara-negara Pasifik yang kurang harmonis semakin mengeruh dengan adanya sejarah “agresivitas” Indonesia; okupasi Timor Timur, masalah Ganyang Malaysia, hingga isu kemerdekaan Papua. Berbagai pendekatan untuk memperbaiki “kertas lusuh” dalam hubungan diplomasi Indonesia dengan negara di kawasan Pasifik Selatan.
Upaya Perbaiki Citra
Catatan merah dalam sejarah Indonesia dengan Timor Timur dan Papua membawa citra negatif dalam hubungannya dengan negara kawasan Pasifik Selatan. Dalam orasinya, Prof Baiq turut menjabarkan berbagai upaya yang dilakukan oleh Indonesia untuk memperbaiki citra tersebut.
“Kita sudah melakukan banyak strategi dan pendekatan dalam upaya merebut hati mereka. Misalnya dengan bantuan teknologi, dengan pendekatan budaya, ekonomi, hingga pendekatan organisasional, dengan menjadi mitra dialog dan anggota Pacific Island Forum,” ungkapnya.
Agenda Masa Depan
Prof Baiq menggaungkan konsep transregionalisme sebagai agenda masa depan Diplomasi Indonesia di Pasifik. Konsep tersebut menurutnya sangat berkaitan dengan ambisi Indonesia untuk menjadi kekuatan global. Terutama dengan kepemimpinan Indonesia di Asia Tenggara dan Pasifik Selatan.
“Karenanya, Indonesia perlu mengadakan pendekatan yang berbeda, pendekatan yang baru, tapi tidak meninggalkan yang sudah dilakukan. Yakni saya sebut sebagai inisiatif transregionalisme,” tutur Prof Baiq.
Selanjutnya, berangkat dari proyeksi Indonesia untuk menjadi negara yang besar di tahun 2045, tentu ada tugas penting yang harus dijalankan. Karena sebagai negara yang besar bukan hanya status biasa.
“Karena ingin menjadi negara besar, tentu itu tidak boleh hanya sekadar status. Ada konsekuensinya. Kita memiliki tanggung jawab yang besar di kawasan Asia-Pasifik,” jelasnya.
Prof Baiq juga menjelaskan bahwa dengan prinsip Indonesia sebagai negara yang netral dan politik bebas-aktif, Indonesia punya kekuatan global yang sangat potensial untuk melakukan peran transregionalisme. “Peran-peran itu dapat kita lakukan sebagai fasilitator, mediator, stabilitator, sekaligus menjadi jembatan bagi kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Selatan,” terangnya.
Transregionalisme bersifat inklusif, siapa pun dapat menjadi aktor dalam hubungan diplomasi antar negara. Baik negara, organisasi internasional, korporasi, sampai individu dapat menjadi stakeholder di dalam transregionalisme. Sehingga peran transregionalisme Indonesia ini menjadi agenda masa depan diplomasi Indonesia.
Penulis: Syifa Rahmadina
Editor: Yulia Rohmawati