Universitas Airlangga Official Website

Guru Besar UNAIR Temukan Inovasi Cegah Penyakit Sebelum Muncul Melalui Pencegahan Primordial

Prof Linda Dewanti dr MKes MHSc PhD saat menyampaikan orasi ilmiahnya pada Kamis (22/5/2025) di Aula Garuda Mukti, Kampus MERR-C UNAIR. (Foto: PKIP UNAIR)
Prof Linda Dewanti dr MKes MHSc PhD saat menyampaikan orasi ilmiahnya pada Kamis (22/5/2025) di Aula Garuda Mukti, Kampus MERR-C UNAIR. (Foto: PKIP UNAIR)

UNAIRNEWS – Universitas Airlangga kembali mengukuhkan enam guru besar baru di bidang Kesehatan pada Kamis (22/5/2025). Bertempat di Aula Garuda Mukti, Kampus MERR-C UNAIR, Prof Linda Dewanti dr MKes MHSc PhD, resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Ilmu Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja, Ilmu Kedokteran Pencegahan, Fakultas Kedokteran (FK) UNAIR.

Melalui orasi ilmiahnya yang berjudul Inovasi dalam Menghadapi Tantangan dan Kebutuhan Pelayanan Kesehatan Primer di Indonesia, Prof Linda menekankan urgensi penguatan layanan kesehatan primer (primary health care/PHC) sebagai garda terdepan sistem kesehatan nasional. 

Ia menyebut, meski cakupan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah menjangkau lebih dari 279 juta penduduk, tantangan sistem pelayanan dasar masih sangat besar.

Salah satu temuan menarik dari penelitian Prof Linda menunjukkan bahwa hanya 31 persen pasien diabetes yang berhasil mengontrol kadar gula darahnya di layanan primer, meskipun mereka rutin menjalani pengobatan. Temuan itu mengindikasikan bahwa layanan kuratif saja tidak cukup untuk menjawab kompleksitas masalah kesehatan masyarakat. 

Untuk itu, Prof Linda menggagas konsep pencegahan primordial yaitu pendekatan preventif yang dilakukan sebelum risiko penyakit muncul. Berbeda dari upaya preventif konvensional, pendekatan itu menargetkan akar penyebab penyakit dengan menciptakan lingkungan dan gaya hidup yang sehat.

“Pelayanan kesehatan primer adalah tulang punggung sistem kesehatan nasional. Layanan kesehatan primer bukan hanya titik awal akses, tetapi juga pelengkap dari strategi promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan paliatif,” paparnya. 

Lebih lanjut, Prof Linda menilai bahwa paradigma pelayanan kesehatan primer di Indonesia harus bergeser dari yang bersifat reaktif menjadi proaktif. Artinya, PHC bukan lagi tempat terakhir setelah masyarakat sakit, melainkan titik awal untuk mendidik, memantau, dan melindungi. 

“Artinya, intervensi medis saja tidak cukup. Perlu pendekatan holistik berbasis edukasi, pendampingan, dan perubahan gaya hidup masyarakat,” jelasnya.

Selain itu, program seperti skrining massal, edukasi gizi, dan penguatan kapasitas puskesmas harus menjadi prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029. “Kalau kita hanya bergerak setelah sakit terjadi, biaya yang keluar akan lebih besar bukan hanya finansial, tapi juga dari sisi kualitas hidup masyarakat,” jelasnya.

Dengan gagasannya yang visioner, Prof Linda menegaskan bahwa kesehatan masyarakat tak bisa ditunda, dan inovasi tak boleh berhenti. “Pencegahan harus menjadi budaya. PHC bukan hanya tempat menyembuhkan, tapi ruang melindungi sejak dini,” pungkasnya.

Penulis: Sintya Alfafa

Editor: Khefti Al Mawalia