Universitas Airlangga Official Website

Guru Besar UNAIR Temukan Senyawa Tanaman untuk Obat Anti Kanker dan Demam Berdarah

Potret Prof Dr Alfinda Novi Kristanti DEA saat penyampaian orasi ilmiah (Foto: PKIP UNAIR)
Potret Prof Dr Alfinda Novi Kristanti DEA saat penyampaian orasi ilmiah (Foto: PKIP UNAIR)

UNAIR NEWS – Prof Dr Alfinda Novi Kristanti DEA dikukuhkan sebagai Guru Besar Universitas Airlangga (UNAIR) pada Kamis (2/3/2023) bertempat di Aula Garuda Mukti Kantor Manajemen, Kampus MERR C. Pengukuhan itu resmi menjadikannya guru besar Fakultas Sains dan Teknologi ke-21.

Dalam sesi orasi, Prof Alfinda memaparkan hasil risetnya mengenai fitokimia senyawa fenolik pada tanaman obat dan tanaman endemik Indonesia sebagai bahan baku obat. Kajian itu berfokus pada fungsi tanaman yang menyediakan senyawa metabolit sekunder dengan struktur dan bioaktivitas beragam yang bisa dimanfaatkan manusia.

Selama satu dekade terakhir, Prof Alfinda telah meneliti tanaman gaharu (Aquilaria microcarpa), gambir (Uncaria), dan sambung nyawa (Gynura procumbens). Pada spesies Aquilaria, ia menyebut ada kandungan chromone yang mirip dengan senyawa golongan 2-styrylchromone dimana kesediaan senyawa ini sangat jarang sehingga harus dilakukan sintesis organik.

Dari sintesis dengan variasi struktur benzaldehid, Prof Alfinda menemukan 9 senyawa golongan 2-styrylchrome. Senyawa ini lalu diuji secara in silico melalui docking experiment menggunakan protein sebagai target obat pengembangan kemoterapi kanker.

“Rangkaian penelitian ini menjadi contoh bagaimana alam telah memberikan ide struktur senyawa untuk dapat dilakukan sintesis senyawa dengan potensi yang lebih baik,” ungkap dosen departemen kimia itu.

Selanjutnya, ia beralih pada komponen utama gambir yaitu catechin merupakan senyawa golongan flavonoid. Dari hasil isolasi menunjukkan satu kilogram gambir mengandung kadar catechin sebesar 18 gram dengan tingkat kemurnian 90 persen.

“Senyawa catechin dapat bertindak sebagai antikanker, antiviral, antimikroba, bahkan aktivitas antioksidannya jauh lebih besar dibandingkan dengan vitamin C. Hal ini secara tidak langsung dapat mencegah potensi terjadinya kanker,” terang Prof Alfinda.

Guru besar UNAIR PTN-BH ke-275 ini melanjutkan pemaparan risetnya terhadap sambung nyawa yang telah dimanfaatkan sebagai pengobatan. Bagian akar Gynura procumbens rupanya jauh lebih aktif dibandingkan daun, namun kelemahannya pemanfaatan akar tersebut harus mencabut seluruh tanaman.

Ia kemudian mendasarkan pada peningkatan biomassa dan kandungan metabolit menggunakan kultur akar adventif tanaman. Selain itu, dilakukan pengembangan potensi tanaman menggunakan nanoteknologi berupa nanokapsul ekstrak tanaman yang dapat meningkatkan aktivitas anti-dengue dan menurunkan toksisitas.

Pada akhir, Prof Alfinda menuturkan komunikasi kimiawi tanaman memberikan dampak positif bagi manusia dengan dihasilkannya senyawa metabolit sekunder. Diikuti perkembangan ilmu sintesis organik, khususnya nanoteknologi terbukti mampu meningkatkan potensi tanaman obat sebagai bahan baku obat.

“Oleh karena itu, riset tentang pemanfaatan senyawa metabolit sekunder pada tanaman sangat penting untuk dilakukan. Untuk mendukung pembangunan ekosistem kemandirian obat di Indonesia,” tutupnya.

Penulis: Sela Septi Dwi Arista

Editor: Nuri Hermawan