UNAIR NEWS – Anak dan Individu Berkebutuhan Khusus (AIBK) merupakan anak dengan kondisi fisik, mental, intelektual, sosial dan emosional yang luar biasa. Kondisi ini membuat AIBK terkenal dengan sebutan si anak spesial. Kelompok ini memiliki risiko tinggi masalah kesehatan gigi utamanya karies gigi dan penyakit periodontal.
Meski demikian, rekayasa jaringan dapat menjadi solusinya. Hal ini Prof Tania Saskianti drg PhD SpKGA SubspAIBK(K) sampaikan saat Sidang Pengukuhan Guru Besar Universitas Airlangga (UNAIR) pada Rabu (11/10/2023). Aula Garuda Mukti Kampus MERR-C menjadi lokasi berlangsungnya pengukuhan guru besar.
Rekayasa Jaringan
Prof Tania mengatakan bahwa penyakit periodontal terdeteksi dengan adanya defek pada tulang rahang. Prevalensinya berjumlah sekitar 11 persen di seluruh dunia. Gangguan ini memerlukan solusi berupa teknologi rekayasa jaringan. Teknologi ini memungkinkan adanya pencangkokan pada area defek tulang.
Penggunaan rekayasa jaringan dapat mempermudah dokter gigi dalam memberikan pengobatan. Pengobatan secara konvensional selayaknya orang dewasa tidak bisa terlaksana. Sebab tulang pada anak masih berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan.
“Strategi perbaikan tulang rahang menjadi tantangan bagi dokter gigi anak. Perawatan secara konvensional seperti layaknya orang dewasa tidak bisa terlaksana,” katanya.
Rekayasa jaringan merupakan multidisiplin ilmu yang melibatkan prinsip aplikasi dan metode engineering. Teknologi ini bertujuan untuk merekonstruksi jaringan yang rusak atau hilang akibat kondisi fisiologis, patologis, dan trauma. Perlu triad rekayasa jaringan untuk memberikan proses regenerasi alami pada sel, jaringan, dan organ tubuh.
“Penggunaan sel induk, biomaterial, dan signaling terkenal dengan nama triad rekayasa jaringan. Proses regenerasi alami pada sel, jaringan, dan organ tubuh manusia memerlukan hal ini,” ungkap Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) tersebut.
Pemahaman mengenai ilmu regeneratif dan rekayasa jaringan akan menghasilkan pengobatan revolusioner bagi anak spesial. Mereka memiliki hak yang sama seperti anak pada umumnya. “Mereka memiliki hak kesehatan yang sama seperti anak pada umumnya. Namun sayang hal tersebut masih menjadi hambatan,” tutur Prof Tania.
Melalui integrasi rekayasa jaringan membawa harapan bahwa semakin banyak penyakit periodontal pada anak spesial teratasi. “Harapannya dua puluh tahun yang akan datang, layanan tidak terbatas hanya pencegahan gigi berlubang. Tapi sampai ke tahap pengembangan rekayasa jaringan untuk kesehatan gigi dan mulut anak spesial,” tutupnya. (*)
Penulis: Icha Nur Imami Puspita
Editor: Binti Q. Masruroh