Universitas Airlangga Official Website

Hari Kesaktian Pancasila, Pakar: Pancasila Sakti Bukan Mistis

Ilustrasi oleh beritabojonegoro.com

UNAIR NEWS – Satu Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Mengenai makna dan esensi dari Hari Kesaktian Pancasila, UNAIR NEWS berhasil mewawancarai pakar Universitas Airlangga Dr Listiyono Santoso SS MHum pada (27/9/2023).

Dalam kesempatan itu, Listiyono mengatakan bahwa penyematan kata sakti pada Pancasila bermula saat peristiwa G30S PKI. Kala itu, jelasnya, PKI gagal mengganti ideologi bangsa ini menjadi ideologi komunis. 

Tidak hanya itu, sambungnya, terminologi sakti pada konteks ini, bukan berarti Pancasila sakti mandraguna. Akan tetapi, Pancasila memiliki nilai-nilai idealitas, realitas, dan fleksibilitas yang siap beradaptasi dengan semua perkembangan zaman.

“Pancasila bukan berarti sakti mandraguna seperti di film ya, tetapi sakti di sini berarti Pancasila tidak akan tergantikan dan bisa menyesuaikan perkembangan zaman,” tutur dosen filsafat FIB UNAIR itu.

Imun Kekebalan Tubuh

Wakil Dekan bidang Akademik dan Kemahasiswaan FIB UNAIR itu menjelaskan, meskipun maraknya era globalisasi, Pancasila tidak akan bergeser. Hal itu, sambungnya, karena Pancasila bersifat aktual dan adaptif.

Pancasila, lanjutnya, menjadi semacam sistem kekebalan tubuh bangsa Indonesia yang akan menyeleksi ideologi-ideologi yang dibawa oleh arus globalisasi. Maka dari itu, pada akhirnya bangsa Indonesia akan kembali ke Pancasila, karena sejatinya nilai-nilai Pancasila sudah ada sejak zaman dulu.

“Maraknya ideologi-ideologi baru yang ada hanyalah dinamika. Pada akhirnya, bangsa ini akan kembali kepada ideologi Pancasila. Berdasarkan pidato Bung Karno, beliau hanya merumuskan nilai yang telah ada pada diri bangsa Indonesia menjadi lima nilai dasar, yaitu Pancasila,” ujar penulis buku Epistemologi Kiri itu.

Kesaktian Pancasila bagi Mahasiswa

Pada akhir wawancara, Listiyono juga menambahkan, sebagai agent of change, mahasiswa harus mampu menjadikan Pancasila sebagai koridor dalam perjuangan. Setiap sila, tambahnya, harus menjadi pandangan dalam menentukan arah perubahan.

“Sila pertama dan kedua sebagai asas moral. Sila ketiga dan keempat sebagai sistem berpolitik, dan sila kelima sebagai tujuan berpolitik yaitu keadilan sosial,” pungkasnya. 

Penulis: Muhammad Rizal Abdul Aziz

Editor: Nuri Hermawan