Universitas Airlangga Official Website

Hibah, Wasiat dan Waris Dalam Islam

Sesi diskusi oleh para narasumber Dr Prawitra Thalib (pojok kanan), Dr Irham Zaki (bawah). (Dok.Pribadi)

UNAIR NEWS – Pusat Pengelolaan Dana Sosial (PUSPAS) UNAIR kembali menggelar webinar bertajuk Konsultasi Syariah pada Selasa (26/04/22). Diskusi yang mengangkat tema Hibah, Wasiat dan Waris Dalam Islam tersebut merupakan salah satu kegiatan dalam serangkaian program Gemilang Ramadan 1443H yang diadakan PUSPAS UNAIR.

Dr Prawitra Thalib selaku Sekretaris PUSPAS UNAIR yang hadir dalam acara itu menyampaikan bahwa di Indonesia, hukum hibah dan wasiat diatur dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam). Ia mengungkapkan bahwa meski KHI merupakan produk hukum namun memiliki posisi yang sama dengan fiqih Islam.

“Hal itu terjadi karena KHI merujuk pada kitab-kitab fikih Islam yang disusun untuk meminimalisir adanya pertentangan antar mazhab ketika pengadilan agama menyelesaikan perkara agama,” jelasnya

Prawitra melanjutkan, dalam KHI hibah dimaknai sebagai pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan kepada orang lain. Sedangkan wasiat, sambungnya, adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang berlaku ketika pewaris meninggal dunia.

“Jadi jika hibah bisa diberikan ketika orang tersebut masih hidup, sedangkan wasiat hanya akan berlaku ketika si pemberi wasiat meninggal dunia,” ujarnya.

Selain itu, Prawitra mengungkapkan bahwa pembeda antara wasiat dan hibah juga ada pada jumlahnya. Ia menjelaskan, jika wasiat hanya boleh diberikan maksimal sepertiga dari harta warisannya sementara hibah, apabila diberikan kepada orang lain tidak ada batasan.

“Namun pengecualian pada wasiat, dimana wasiat juga boleh melebihi sepertiga asalkan semua ahli waris menyetujui,” tandasnya.

Melanjutkan pemaparan, Prawitra menjelaskan, selain pengertian wasiat secara umum, ada yang disebut dengan wasiat wajibah. Dimana wasiat wajibah ini merupakan wasiat yang wajib diberikan kepada anak angkat dan orang tua angkat yang jumlahnya maksimal sepertiga dari harta pemberi wasiat.

Sementara pada waris Prawitra mengungkapkan bahwa hukum waris dapat berpedoman pada tiga sumber. Yakni hukum Islam, hukum adat dan kitab hukum Burgerlijk Wetboek (BW) yang merupakan warisan dari Belanda.

“Oleh karena itu di Indonesia terdapat yang namanya pluralisme hukum waris. Dimana waris Islam diperuntukkan bagi umat Islam, waris adat adalah bagian dari masyarakat adat itu sendiri, sedangkan hukum BW adalah untuk yang tidak masuk dalam kategori masyarakat adat dan Islam,” ujarnya.

Menyambung pemaparan Prawita, Dr Irham Zaki Sag dosen Ekonomi Islam UNAIR yang turut hadir menjadi pembicara menjelaskan akan pentingnya mempelajari ilmu waris. Ia mengungkapkan dalam HR Ibnu Majah dan ad-Darquthni Rasulullah SAW mengungkapkan bahwa ilmu waris adalah ilmu yang pertama kali hilang dari umat Islam. 

“Oleh karena itu, sebagai umat Islam penting bagi kita untuk mempelajarinya,” ujarnya.

Irham mengungkapkan, berkenaan dengan perintah dari waris sendiri secara gamblang dijelaskan dalam Q.S An-nisa ayat 11-12. Dirinya mengungkapkan, dari sedikit ayat Al-Quran yang secara detail suatu perkara waris masuk dalam salah satunya.

“Bahkan tuntunan detail perihal salat saja tidak ada di Al-Quran, ini menunjukkan betapa waris ini penting sebagai fikih yang harus diterapkan oleh umat Islam di samping rukun Islam,” terangnya. (*)

Penulis : Ivan Syahrial Abidin

Editor : Binti Q Masruroh