Universitas Airlangga Official Website

HIMA Akuntansi UNAIR Gelar Talkshow Toxic Family Kolaborasi dengan Yayasan Embun Surabaya

Joris Lato, Direktur Yayasan Embun Surabaya sebagai salah satu narasumber saat menjelaskan paparan. (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS – Saat ini toxic relationship menjadi topik dan permasalahan yang serius dan banyak dibahas, mulai dari toxic relationship di lingkungan pertemanan, kerja, pasangan, hingga keluarga. Selaras dengan hal tersebut, Himpunan Mahasiswa  (HIMA) Akuntansi UNAIR berkolaborasi dengan Yayasan Embun Surabaya menggelar Talkshow dengan tajuk “Effective Relationship: Believe on Your Family” pada Minggu (6/11/2022) melalui zoom meeting. 

Talkshow tersebut fokus membahas mengenai Toxic Family dengan menghadirkan 2 orang narasumber. Narasumber pertama yaitu Joris Lato, Direktur Yayasan Embun Surabaya yang merupakan sebuah yayasan perlindungan anak dan perempuan di Kota Surabaya. Sedangkan pembicara kedua adalah Irma Gustiana A SPsi Mpsi, yaitu Founder sekaligus Psikolog Klinik Psikologi Ruang Tumbuh. 

Irma menuturkan toxic family terjadi ketika tidak ada kedekatan emosional dalam sebuah keluarga. Beberapa pertanda toxic family adalah ketika kamu sering mendapatkan kritik yang membuat kamu merasa cemas, tidak nyaman, dan capek secara mental. 

“Keluarga yang toxic tidak peduli dengan kondisi kita, karena mereka cenderung hanya peduli terhadap diri mereka sendiri. Terkait dalam hal ini kita akan merasa tersakiti dan hidup dengan penuh kontrol,” tuturnya. 

Selanjutnya, ia menjelaskan bahwa saat ini, 90% anak dan perempuan yang masuk dalam Yayasan Embun Surabaya adalah orang-orang yang punya masalah dengan keluarganya. “Dalam artian, keluarga yang kurang harmonis, dimana perbedaannya ada pada tingkat masalah yang mereka hadapi,” tutur Joris selaku pendiri Yayasan Embun Surabaya.  

Joris menuturkan kondisi psikis korban toxic family yang ia temui biasanya memiliki sifat arogan, minder, memiliki gangguan kecemasan, hingga terdapat beberapa anak yang menjadi tidak cerdas dalam menjalani hidup. “Interaksi sosialnya menjadi buruk, seperti tidak cerdas dalam komunikasi sehingga merugikan diri mereka sendiri,” tutur Joris. 

Sebagai yayasan perlindungan anak dan perempuan di Surabaya, Joris menuturkan pola komunikasi yang ia jalin dengan orang tua korban yang mengalami toxic family. “Kita tidak bisa memungkiri bahwa seorang anak tergantung pada orang tua mereka. Komponennya adalah bagaimana kita melakukan pendekatan supaya keluarganya paham. Pola komunikasinya disesuaikan dengan situasi,” jelasnya. 

Pada akhir, Irma menuturkan  bahwa toxic family dapat mengganggu Inner Child. “Upaya yang bisa kita lakukan ketika memiliki inner child yang kurang baik adalah harus bisa berdamai dengan masa lalu tersebut. Jadikan pelajaran ketika menjadi orang tua dan mencintai diri sendiri,” pungkas Irma. 

Penulis: Mentari

Editor: Nuri Hermawan