Universitas Airlangga Official Website

HIMA Antropologi Adakan Kelas Diskusi Seni Teater

Aditya Salim Ahnaf, Staff Art Teater Mata Angin UNAIR sesi pemaparan materi dalam kelas diskusi Angkringant pada Kamis (05/10/2023) (Foto: Christopher Hendrawan)

UNAIR NEWS – HIMA Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga  menggelar Kelas Angkringant. Kegiatan itu mengusung tema Seni Teater ditinjau dari Sudut Pandang Antropologi di Galeri 19, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Pada Kamis (05/10/2023), Aditya Salim Ahnaf, Staff Art Teater Mata Angin UNAIR memaparkan materi  terkait seni teater dan perkembangannya di dunia. Kelas diskusi itu merupakan program kerja dari divisi keilmuan HIMA Antropologi.

Sejarah Singkat Teater

Aditya menjelaskan bahwa berdasarkan etimologinya, teater berasal dari bahasa Yunani yaitu theatron, yang artinya tempat melihat atau area tinggi untuk meletakkan sesaji para dewa. Aditya memaparkan bahwa teater juga berarti sebagai segala bentuk dan jenis tontonan, baik di panggung tertutup maupun area terbuka.

Pada dasarnya, jelas Aditya, teater mencakup gedung, pekerja, dan kegiatannya. Ketiga unsur itu, sambungnya, menjadi kekuatan alur peristiwa yang terdapat dalam pertunjukan seni teater. 

“Tanpa adanya unsur ini, maka teater tidak dapat mencapai keberhasilan,” jelasnya.

Aditya juga menjelaskan bahwa dahulu seni teater bertujuan untuk upacara keagamaan primitif. Mulai dari ritual nyanyian guna menghormati pahlawan sampai kegemaran manusia mendengarkan cerita.

“Seni teater awalnya merupakan seni bebas karena mampu memberikan kita pemahaman terhadap semesta dan dunia yang kita tinggali saat ini. Selain itu  juga dapat mencerminkan nilai sosial yang ada dalam  masyarakat,” ujarnya.

Sudut Pandang Antropologi

Dari sudut pandang antropologi, jelas Aditya, seni teater berperan untuk sarana hiburan, alat pendidikan senjata sosial atau politik, serta dokumen sejarah. Pada zaman sebelum masehi, sambungnya, kata-kata masih dianggap sebagai mantra yang punya kekuatan gaib.

“Seni dalam sudut pandang antropologi dianggap sebagai produk sosial yang tercipta atas hubungannya dengan bermacam aspek sosial, ritual, dan ekonomi dalam masyarakat,” jelasnya.

Adit juga menuturkan bahwa pada masa kini, teater tidak lagi memiliki eksistensi yang tinggi dalam lingkungan masyarakat. Peminat dari seni teater pun, jelasnya, hanya sebatas kelompok pegiat seni, sehingga teater hanya muncul dalam acara-acara hiburan dalam negeri.

“Akibat kemajuan teknologi sempat mengancam eksistensi seni teater serta kurangnya minat anak muda menjadi salah satu hambatan dalam kemajuan teater Indonesia. Untuk itu, perlu adanya gerakan baru dengan memperkenalkan seni teater dalam media sosial,” pungkasnya.

Penulis: Christoper Hendrawan

Editor: Nuri Hermawan