UNAIR NEWS – Mandi rempah merupakan serangkaian perawatan tubuh secara tradisional dengan menggunakan bahan-bahan alami. Pada zaman dahulu mandi rempah digunakan sebagai ritual sebelum pernikahan. Tidak hanya itu mandi rempah juga dapat ditemui di spa-spa kecantikan.
Untuk mengenal lebih dalam terkait sejarah hingga cara pembuatan mandi rempah, Himpunan Mahasiswa Pengobat Tradisional (HIMA BATTRA) gelar Workshop dengan tajuk Refresh Your Mind and Soul with Javanese Treatment. Kegiatan tersebut dilaksanakan secara daring melalui platform Zoom Meeting pada Sabtu, (11/6/2022).
Menghadirkan dua pemateri yang ahli di bidangnya, yaitu Materia Medica Batu mengulas mengenai cem-ceman kemiri dan Pandhu Hadiwinata S Tr Kes mengulas mengenai mandi rempah. Pada kesempatan tersebut Pandhu menyampaikan bahwa Indonesia memiliki beragam jenis perawatan tradisional di setiap wilayahnya.
“Lima belas ethnomedicine kesehatan akan dipromosikan, seperti lulur Jawa (Mangir) dan Mandi Rempah dari Pemandian Jawa, Batangeh dan Balimau (Mandi Balimau) dari Minangkabau,” ujarnya.
Mandi rempah, sambung Pandhu merupakan salah satu tradisi jawa yang bermula dari filosofi kuno “NgadiSaliro”. Filosofi tersebut bermakna mengambil perawatan tubuh. “Merawat tubuh adalah tanggung jawab manusia dan kita bisa merawat tubuh dari dalam maupun dari luar,” tuturnya.
Pandhu menjelaskan bahwa merawat tubuh dari dalam dapat dilakukan dengan cara mengkonsumsi makanan yang sehat, puasa dan minum jamu. Untuk merawat tubuh dari luar dapat menggunakan lulur tubuh, mandi rempah dan minyak cem-ceman.
Pembuatan mandi rempah sendiri dinilai cukup mudah oleh Pandhu. Mandi rempah dapat dibuat dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada di dapur antara lain kunyit, jahe, kencur, jeruk limau dan masih banyak lagi. Bahan tersebut kemudian dibersihkan lalu dicincang dan ditempatkan di handuk putih.
“Untuk cara penggunaannya tinggal merebus bahan-bahan tadi kemudian airnya dapat digunakan sebagai campuran mandi,” tuturnya.
Pada akhir, Pandhu menyampaikan bahwa mandi rempah dapat digunakan satu bulan dua kali atau dengan mengikuti caranya keraton yaitu empat puluh hari sekali.
Penulis: Indah Ayu Afsari
Editor: Nuri Hermawan