Universitas Airlangga Official Website

Hima D3 Keperawatan Gelar Webinar Ulas Sikap Siaga & Waspada Bencana

Dr Fanni Okviasanti SKep MKep (kiri) dalam pemaparan Kesiapsiagaan dan Mitigasi Bencana (foto: dokumen pribadi)
Dr Fanni Okviasanti SKep MKep (kiri) dalam pemaparan Kesiapsiagaan dan Mitigasi Bencana (foto: dokumen pribadi)

UNAIR NEWS – Kondisi iklim yang serba tak menentu seperti saat ini menuntut masyarakat harus selalu waspada dan siaga. Terlebih pada Jum’at (22/3/2024), wilayah utara pulau Jawa, khususnya Surabaya, baru mengalami bencana gempa bumi berkekuatan 6.5 magnitudo. Himpunan Mahasiswa (Hima) D3 Keperawatan, Fakultas Vokasi, Universitas Airlangga (UNAIR), menggelar webinar nasional bertajuk “Kesiapsiagaan dan Kegawatdaruratan Bencana” pada Minggu (24/3/2024). Webinar mengulas sikap siaga dan waspada bencana. 

Dengan dihadiri lebih dari 300 peserta, webinar tersebut diharapkan dapat membantu masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaannya terhadap bencana. Mengingat, faktor penyebab bencana di Indonesia cukup banyak. Mulai alam hingga non-alam. 

Tidak jarang bencana turut menimbulkan korban jiwa dan kerusakan lingkungan cukup parah. Dalam webinar itu, hadir narasumber ahli Dosen Prodi D3 Keperawatan Dr Fanni Okviasanti SKep MKep. 

Dr Fanni menyebut keberadaan di ring of fire dan terapit oleh tiga lempeng tektonik (Pasifik, Eurasia, dan Indo-Australia) menjadi penyebab Indonesia rentan terhadap gempa bumi, tsunami, dan bencana geologi lainnya. Selain itu, kondisi iklim yang ekstrim, memungkinkan Indonesia mengalami bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, hingga kekeringan yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan. 

“Karena itu, perlu pemahaman bagi masyarakat dan khalayak mengenai bencana dan mitigasinya. Karena, bencana itu memiliki karakteristik berdasar beberapa aspek,” ungkapnya.

Menurut Dr Fanni, karakteristik bencana terbagi atas beberapa jenis. Mulai ukuran atau skalanya, penyebab terjadinya, kejadian yang terprediksi atau tidak, hingga berdasar waktu terjadinya. Bencana juga terbagi menjadi tiga fase, yakni pra-bencana, bencana, dan  post-bencana.

“Pada fase pra-bencana, dapat dilakukannya mitigasi dan kesiapsiagaan. Selanjutnya, ketika sudah terjadinya bencana, perlu melakukan tanggap bencana yang diikuti tahap post-bencana,” katanya.

Hima D3 Keperawatan Gelar Webinar Ulas Sikap Siaga & Waspada Bencana

Guna mengurangi dan mencegah tingginya kerugian, baik fisik maupun non-fisik, perlu ada mitigasi bencana. Oleh karenanya, terdapat poin-poin yang perlu dilakukan sebagai bentuk mitigasi bencana. Mulai penataan ruang, pengaturan pembangunan infrastruktur, pengembangan sistem peringatan dini bencana, hingga pendidikan berupa penyuluhan dan pelatihan. 

“Ini sangat penting dan harus dilakukan oleh pemegang kebijakan, terutama pemerintah. Selain itu, mahasiswa dan akademisi memiliki peran penting untuk melakukan penyuluhan kepada seluruh masyarakat. Misalnya, melalui pengabdian,” ungkapnya. 

Pada pemaparannya, Dr Fanni menyarankan masyarakat melakukan mitigasi bencana sederhana. Pertama, untuk mencegah tsunami, dapat dengan penanaman hutan mangrove. Kedua, tanah longsor, dapat dihindari dengan penghijauan. Ketiga, untuk mencegah keruntuhan bangunan saat terjadi gempa, dapat mengonstruksi bangunan tahan gempa. Terakhir, untuk mencegah banjir, dapat dilakukannya pembangunan waduk dan pembersihan aliran sungai.

Penulis: Syifa Rahmadina

Editor: Feri Fenoria

BACA JUGA:

UNAIR-MJIIT UTM Jalin Kerja Sama Ciptakan Kota Tangguh Bencana

Tingkatkan Kesiapsiagaan, UNAIR Simulasikan Tanggap Bencana di Lingkungan Kampus