UNAIR NEWS – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia saat ini tengah melemah dan berada di zona merah. Menurut data RTI, IHSG rontok 105,29 poin atau setara 1,70 persen ke posisi 6.151 pada Senin (24/3/2025). Menanggapi rontoknya IHSG Indonesia, Pakar Ekonomi UNAIR, Prof Dr Wasiaturrahma SE MSi angkat suara.
Prof Wasiaturrahma memandang rontoknya IHSG Indonesia sebagai implikasi dari perubahan kondisi ekonomi global. Dinamika geopolitik internasional, seperti terpilihnya Donald Trump hingga perang tarif Amerika Serikat dan Tiongkok berdampak pada IHSG Indonesia. Adapun dari faktor domestik, Prof Wasiaturrahma menyoroti kebijakan pemerintah yang dianggap kurang tepat.
Kritik pada Kebijakan Pemerintah
Rontoknya IHSG menurut Prof Wasiaturrahma terjadi sejak peresmian Danantara. Selain itu, kebijakan populis, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), juga mempengaruhi sentimen negatif pasar. “Investor itu sangat sensitif terhadap kebijakan populis, seperti MBG, karena orang kalau mau investasi harus melihat kira-kira bagaimana situasi ekonomi dalam negeri. Hal-hal yang menyangkut suatu fundamental ekonomi yang rapuh karena secara fiskal kita tidak mampu ini akan membuat investor ketakutan.”
Prof Wasiaturrahma berpendapat bahwa bank-bank yang Danantara tarik juga berpotensi mengalami systemic risk. Hal ini menyebabkan IHSG bank-bank tersebut berada di zona merah. Ia mengungkapkan bahwa ketidakpercayaan investor terhadap bank merupakan tanda-tanda krisis. Kemungkinan lain yang dapat terjadi akibat ketidakpercayaan ini adalah penarikan besar-besaran oleh nasabah atau bank rush.

Dampak terhadap Perekonomian
Prof Wasiaturrahma juga menekankan bahwa pasar modal merupakan cerminan kepercayaan investor kepada pemerintah. Ekonomi modern tidak dapat dipisahkan dari pasar saham dan obligasi. Selama pendapatan negara belum memadai, pemerintah memerlukan uang untuk mendanai proyek-proyek melalui pasar tersebut. Pasar saham merupakan salah satu variabel fundamental ekonomi makro. Jika tergerus, maka akan berpengaruh pada variabel lain.
“IHSG rontok secara langsung akan berpengaruh pada variabel fundamental ekonomi makroekonomi yang lain seperti, nilai tukar, inflasi, suku bunga, dan ujung-ujungnya akan ke pertumbuhan ekonomi. Kalau itu sudah kocar-kacir, bukan tidak mungkin terjadi krisis ekonomi dan krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Dan pemulihannya itu pasti susah.”
Melihat kemungkinan dampak tersebut, Prof Wasiaturrahma berpendapat bahwa program pemerintah perlu untuk dievaluasi demi keberlangsungan ekonomi nasional. Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak jangka pendek, menengah, dan panjang. Sementara itu, bagi masyarakat, pakar ekonomi tersebut menghimbau agar bijak dalam memilih investasi.
“Pemerintah perlu menetapkan skala prioritas, jangan semuanya dikerjakan bareng-bareng. Mau bangun tiga juta rumah, sekolah rakyat, dan lain-lain, pilih mana dulu yang paling penting dengan berkaca pada kondisi fiskal. Kalau ada kebijakan yang berpotensi menghancurkan ekonomi, ya skip dulu. Untuk masyarakat, pilih investasi yang likuid karena bayang-bayang krisis ada di depan kita.”
Penulis: Khumairok Nurisofwatin
Editor: Edwin Fatahuddin