Prevalensi obesitas pada tahun 2015 mencapai 12% atau sekitar 603.7 juta orang dewasa di seluruh dunia. Di Asia Tenggara prevalensi obesitas sebesar 1.7% pada tahun 1980 dan mengalami peningkatan menjadi 6.2% pada tahun 2015, sedangkan di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas di atas 18 tahun mencapai 21.8%. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 (14.8%) dan tahun 2007 (10.5%). Diperkirakan tahun 2030 prevalensi obesitas akan mencapai 57.8% dari seluruh populasi dunia Prevalensi yang makin meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang dan menjadi ancaman yang sangat serius terhadap kesehatan di dunia.
Obesitas merupakan penyakit yang memiliki risiko tinggi terjadinya komplikasi, disabilitas dan kematian dini. Selain itu, obesitas juga menyebabkan terjadinya peningkatan penyakit kardiovaskular, diabetes melitus tipe 2, beberapa tipe kanker, tekanan darah tinggi, stroke, batu empedu, osteoartritis, dislipidemia, non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), penyakit serebrovaskuler, pernafasan, system pencernaan, penyakit ginjal kronik dan menurunkan harapan hidup. Gaya hidup, pola makan yang tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik menjadi pemicu terjadinya obesitas. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup dengan pendekatan nonfarmakologis berbasis latihan fisik merupakan strategi yang tepat. Latihan fisik dinilai sebagai salah satu metode yang sangat efektif dan efisien dalam mencegah peningkatan prevalensi obesitas.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh latihan kontinu intensitas sedang dan latihan interval intensitas sedang terhadap pola peningkatan kadar irisin pada perempuan obesitas. Subjek berjumlah 21 orang, remaja perempuan obesitas usia 18-23 tahun, BMI 25-35 kg/m2, PBF di atas 30%, tekanan darah normal, resting heart rate (RHR) normal, saturasi oksigen (SpO2) 95-100%, kadar glukosa puasa di bawah 100 mg/dL, hemoglobin (Hb) normal. Subjek secara random dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu CON (kontrol tanpa intervensi), MIIE (moderate intensity interval exercise) dan MICE (moderate intensity continuous exercise). Intervensi MIIE dilakukan dengan cara berlari di atas treadmill dengan intensitas moderat 60-70% HRmax selama selama 45 menit dengan rincian 5 menit pemanasan (50-60% HRmax), 35 menit inti (5 menit kerja (60-70% HRmax) diselingi recovery aktif di atas treadmill selama 2.5 menit (50-60% HRmax) dilakukan 5 kali pengulangan) dan 5 menit pendinginan (50-60% HRmax). Intervensi MICE dilakukan dengan cara berlari di atas treadmill dengan intensitas 60-70% HRmax selama 40 menit dengan rincian 5 menit pemanasan (50-60% HRmax), 30 menit inti yang dilakukan secara continuous (60-70% HRmax) dan 5 menit pendinginan (50-60% HRmax).
Hasil didapatkan rerata kadar irisin pre latihan fisik pada CON (3.26±1.28) ng/mL, MIIE (3.44±0.56) ng/mL dan MICE (3.89±1.09) ng/mL (P=0.519). Rerata kadar irisin 10 menit post latihan fisik pada CON (2.99±0.86) ng/mL, MIIE (4.82±1.01) ng/mL dan MICE (5.99±1.27) ng/mL (P=0.000). Rerata kadar irisin 6 jam post latihan fisik pada CON (3.04±0.60) ng/mL, MIIE (4.56±0.87) ng/mL dan MICE (5.73±1.02) ng/mL (P=0.000). Rerata kadar irisin 24 jam post latihan fisik pada CON (3.04±0.91) ng/mL, MIIE (4.64±0.69) ng/mL dan MICE (5.69±1.53) ng/mL (P=0.002).
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa kadar irisin serum pasca latihan fisik meningkat pada kelompok MICE dan MIIE, dan kadar irisin serum pasca latihan fisik dipertahankan lebih tinggi pada MICE daripada di MIIE pada subjek perempuan obesitas. Peningkatan kadar irisin pada MICE kemungkinan karena kebutuhan energi pada MICE lebih tinggi dibandingkan MIIE, sehingga PGC-1α lebih teraktivasi. Peningkatan aktivasi PGC-1α akan merangsang ekspresi FNDC-5 dan terjadi pembelahan proteolitik protein membran FNDC-5 pada otot rangka, sehingga menyebabkan pelepasan irisin menuju sirkulasi darah. Pelepasan irisin dalam sirkulasi darah akan menstimulasi proses pencoklatan pada jaringan lemak putih dengan merangsang ekspresi UCP-1 melalui signaling p38-MAPK, sehingga menyebabkan peningkatan pengeluaran energi dan penurunan akumulasi lemak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa MICE lebih optimal dalam meningkatkan dan mempertahankan kadar irisin di dalam darah. Irisin merupakan hormon yang memodulasi efek latihan untuk mengatur pengeluarkan energi atau oksidasi lemak. Selain itu, irisin juga menyebabkan subcutaneous coklat dalam jaringan lemak putih dan termogenesis melalui peningkatan ekspresi UCP-1, untuk mencegah resisten insulin, diabetus tipe 2, atherosklerosis, komplikasi penyakit jantung dan obesitas. Latihan menginduksi irisin melalui aktivasi PGC-1α untuk merangsang ekspresi FNDC-5 dan terjadi pembelahan proteolitik protein membran FNDC-5 pada otot rangka, sehingga menyebabkan pelepasan irisin menuju sirkulasi darah. Pelepasan irisin dalam sirkulasi darah akan menstimulasi proses pencoklatan pada jaringan lemak putih dengan merangsang ekspresi gen UCP-1 melalui signaling p38-MAPK, sehingga menyebabkan peningkatan pengeluaran energi, menjaga homeostasis glukosa dan memperbaiki metabolisme. Peningkatan pelepasan irisin pada sirkulasi darah juga dapat meningkatkan lipolisis melalui jalur cylic adenosine monophosphate (cAMP) dan protein kinase A (PKA) sehingga menyebabkan terjadinya penurunan akumulasi lemak. Oleh karena itu, MIIE dan MICE dapat digunakan sebagai salah satu metode nonfarmakologis dalam mencegah peningkatan prevalensi obesitas.
Penulis: Dr. Purwo Sri Rejeki, dr., M.Kes dan Adi Pranoto, M.Kes
Informasi detail bisa didapatkan pada hasil riset kami di link :
https://www.wageningenacademic.com/doi/abs/10.3920/CEP200050.
Cite Rejeki, P.S., Pranoto, A., Prasetya, R.E., & Sugiharto. (2021). Irisin serum increasing pattern is higher at moderate-intensity continuous exercise than at moderate-intensity interval exercise in obese females. Comparative Exercise Physiology, 17(5): 475 – 484. https://doi.org/10.3920/CEP200050.