Universitas Airlangga Official Website

IWFAS 2024, dari Identifikasi Kerangka Manusia hingga Diskusi Panel

Zuzana Obertova, dosen Antropologi Forensik UWA yang menjadi salah satu pembicara utama selama sesi workshop antropologi forensik saat melangsungkan diskusi dengan peserta (Foto: Humas FISIP)
Zuzana Obertova, dosen Antropologi Forensik UWA yang menjadi salah satu pembicara utama selama sesi workshop antropologi forensik saat melangsungkan diskusi dengan peserta (Foto: Humas FISIP)

UNAIR NEWS – FISIP bersama University of Western Australia (UWA) dan International Committee of the Red Cross (ICRC) gelar workshop Antropologi Forensik internasional. Kolaborasi bertajuk “International Workshop and the 1st Forensic Anthropology Symposium (IWFAS)”.  Kolaborasi yang melibatkan tiga institusi ini berlangsung di Ruang Tarumanegara, Gedung ASEEC Kampus Dharmawangsa – B UNAIR, selama empat hari pada Rabu (4/9/2024) hingga Sabtu (7/9/2024).

Zuzana Obertova, dosen Antropologi Forensik UWA, menjadi salah satu pembicara utama selama sesi workshop. Selama tiga hari, ia secara antusias membagikan pengalamannya di dunia Antropologi Forensik kepada para mahasiswa, dosen, dan akademisi.

“Selama di sini, saya menyampaikan materi Antropologi Forensik selama tiga hari, lalu ditutup simposium pada Sabtu mendatang. Seharusnya saya di Surabaya bersama satu teman lagi, tapi sayangnya beliau tidak bisa menemani saya,” ujar Zuzana.

Selama sesi workshop, Zuzana memaparkan materi mengenai ragam Antropologi Forensik. Seperti profil biologis, anatomi hingga patologi trauma. Untuk meningkatkan pemahaman audiens, mereka juga berkesempatan belajar langsung mengenai ragam kerangka manusia di sesi praktik.

“Saya membagikan pengalaman saya selama 15 tahun di bidang Antropologi Forensik. Misal bagaimana memperkirakan umur, jenis kelamin, dan penyakit yang diderita melalui tulang belulang. Pengetahuan semacam itu tentu penting, apalagi untuk mengidentifikasi orang hilang, korban kejahatan, dan sebagainya,” paparnya.

Zuzana ikut menyampaikan kesannya selama menjadi pemateri. Menurutnya, para audiens menunjukkan antusiasme yang tinggi. Mereka juga aktif bertanya terkait berbagai kasus lokal. Bagi Zuzana, pertanyaan dari para audiens menjadi kesempatan baginya untuk terus belajar.

“Kerja sama antara tiga institusi ini bisa dibilang membutuhkan waktu cukup lama untuk mencapai kesepakatan. Tahun lalu antara UWA dengan ICRC sudah menggelar workshop di Jakarta. Setelah itu, kami ingin mengajak universitas untuk berkolaborasi yang kemudian terwujud di IWFAS ini,” ucapnya.

Pada akhir wawancara, Zuzana berharap kerja sama serupa dapat terselenggara lagi dalam waktu dekat. Ia harap, kolaborasi nantinya tidak hanya terbatas pada workshop, tetapi juga melalui pertukaran pelajar antara UNAIR dengan UWA.

Penulis: Humas FISIP UNAIR