UNAIR NEWS – Prodi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UNAIR menyelenggarakan seminar nasional di Ruang Majapahit ASEEC Tower Lantai 5 Kampus Dharmawangsa-B Universitas Airlangga pada Kamis (8/6/2023). Seminar nasional ini mengambil tema Manusia dalam Kemelut Sejarah: Inspirasi dari Tokoh Pejuang dan Kemanusiaan.
Johny A. Khusyairi sebagai pemateri menyampaikan materi dengan judul Spiritualitas Eklektik: Peran Transformatif Paulus Tosari dalam Pengajaran Kristen di Masa Embrionik Kristenisasi di Jawa Timur.
“Saya ingin melihat apa yang saya sebut dengan spiritualitas eklektik, yaitu pilihan atau pencampuran yang dilakukan oleh Paulus Tosari ini dalam perkembangan Kristen di masa awal,” ucap Johny.
Riwayat Hidup Paulus Tosari
Paulus Tosari memiliki nama asli Kasan. Penambahan nama ‘Jaryo’ diberikan setelah 15 tahun khitan sebagai bentuk tradisi yang berkembang pada saat itu. Ia lahir di Kedungturi, Surabaya, pada tahun 1812.
“Kasan Jaryo itu lahir dari orang tua Madura yang sudah di Surabaya. Ibunya taat sekali. Bapaknya cukup hedonis. Dia menikmati kehidupan mewah di masanya. Nonton wayang, pesta-pesta, berjudi, dan sebagainya. Sedangkan ibunya sangat saleh,” jelas Johny.
Atas perintah ibunya, Kasan menempuh pendidikan di beberapa pesantren. Di sisi lain, bapaknya yang memiliki kebiasaan hedonisme membuat Kasan tergoda dengan gaya hidupnya. Hal tersebut membuat Kasan sering mengikuti kebiasaan buruk bapaknya.
Ibu Kasan merasa khawatir sehingga dia ingin menyelamatkan anaknya dengan cara mengawinkannya. Namun, cara tersebut tidak ampuh untuk menyelamatkan anaknya karena setelah dua bulan menikah, Kasan pergi ke tempat lain untuk mencari ilmu yang lebih tinggi.
Kasan memiliki bisnis kapuk sampai dia sukses. Kesuksesan tersebut membuat dia memiliki gaya hidup buruk seperti berfoya-foya sampai membuat dia jatuh miskin.
Perjalanan Mengenal Kristen
Kehidupan jatuh miskin itu membuat dia sadar atas perilaku buruknya. Pada saat itu pula, Kasan bertemu dengan Kariman, anak Kades Kedung Turi yang sering pergi ke Ngoro untuk bertemu dengan Coelen, seorang tokoh lokal dalam kristenisasi Jawa.
Kariman bersama Kasan bertemu dengan Coelen untuk mendengarkan khotbah yang menyebutkan Matius 5:3. Ayat tersebut cocok dengan kondisi Kasan pada saat itu sehingga Kasan mulai belajar banyak dengan Coelen. Nama ‘Tosari’ dinamai sendiri sejak keinginannya dalam mempelajari Kristen ke Ngoro.
“Tosari rupanya kata yang sangat indah artinya. Embun. Dia merasa mendapatkan embun yang menentramkan hatinya, mencerahkan apa yang sudah di masa lalu lakukan,” jelas Johny.
Pada tahun 1853/1854, Kasan mendapatkan nama ‘Paulus’ setelah pembaptisannya di Surabaya. Hal itu membuat Kasan diusir oleh Coelen karena mengikuti aliran Kristen orang Barat yang tidak sesuai dengan aliran Kristen dari Coelen. Alhasil, dia berkelana menjadi pendakwah di berbagai tempat.
Dalam masa-masa perkembangan Kristen, Kasan banyak menciptakan tembang-tembang Jawa yang mengandung makna Kristen. “Paulus Tosari ingin tetap mengawinkan budaya Jawa dengan keyakinan Kristen yang Belanda akui,” katanya.
Pada masa akhirnya, Kasan berinisiatif membuat gedung gereja sendiri karena banyaknya jemaat pada tahun 1881. Satu tahun setelah pembangunan gereja tersebut, Paulus Tosari meninggal dunia pada tahun 1882. (*)
Penulis: Muhammad Fachrizal Hamdani
Editor: Binti Q. Masruroh