UNAIR NEWS – Kepergian Paus Fransiskus, pemimpin umat katolik sedunia, meninggalkan duka mendalam. Tak hanya bagi umat katolik, tetapi masyarakat lintas agama turut memberikan belasungkawa. Termasuk, kehadiran Mantan Presiden RI ke-7, Joko Widodo beserta tiga utusan presiden, dalam takziah kenegaraan ke Vatikan mengejutkan banyak pihak umat beragama di seluruh dunia.
Kehadiran tersebut, memantik diskusi seputar batas-batas doa, toleransi, dan interaksi antar umat beragama dalam masyarakat majemuk. Pakar Sastra dan Budaya Islam Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR), Ahmad Syauqi S Hum M Si, mengungkap pentingnya memahami dimensi muamalah dan aqidah dalam menjalin relasi lintas agama.

Doa bagi Non-Muslim
Menyikapi hal tersebut, Syauqi menjelaskan bahwa dalam tradisi Islam, hukum mendoakan non-Muslim yang telah wafat merupakan topik yang menjadi perdebatan ulama. Pendapat mayoritas (jumhur) mengacu pada QS At-Taubah ayat 84 dan ayat 113 sebagai dasar larangan. Ia menambahkan pada ayat 113 ini berlandaskan bahwa asbabun nuzulnya rasulullah mendoakan paman tercintanya Abu Thalib yang dalam ajalnya tidak mengucap syahadat. Disitulah Allah tegur dengan surat at taubah ayat 113 yang melandaskan ketidakbolehan mendoakan non-Muslim.
Namun, ada pula pandangan ulama yang memperbolehkan doa dengan syarat tidak menyentuh aspek akidah. Jika isi doanya bersifat duniawi, seperti harapan atas kedamaian, kemaslahatan, atau ucapan belasungkawa secara umum, maka masih termasuk dalam wilayah muamalah. “Rasulullah sendiri pernah berdiri menghormati jenazah Yahudi yang lewat dan menyampaikan belasungkawa kepada sahabat yang ibunya masih Nasrani,” ungkapnya.
Batasan Toleransi
Lebih lanjut, Syauqi menegaskan bahwa kehadiran Presiden Joko Widodo dan para menteri dalam takziah kenegaraan di Vatikan harus dipahami dalam kerangka diplomasi dan penghormatan antarbangsa, bukan sebagai bentuk ibadah yang bersifat sinkretisme. “Prinsipnya tidak ada niat untuk melakukan ibadah ritual atau mencampuradukkan ajaran agama,” tegasnya.
Menurutnya dalam konteks masyarakat, seorang tokoh publik memang akan bersinggungan dengan berbagai tradisi dan keyakinan. Di sinilah pentingnya memahami batas-batas toleransi. “Persoalan Relasi Muslim dan non-Muslim hanya bab muamalah dalam hal apapun,” terangnya.
Syauqi juga menyebutkan bahwa doa merupakan mukhul ibadah atau intisari ibadah. Persoalannya seperti salam lintas agama, ucapan selamat hari raya agama lain, hingga doa untuk non-Muslim harus dilihat secara proporsional. “Toleransilah sesuai porsi, porsi dalam hal bukan aqidah dan ritual,” tutupnya.
Penulis : Adinda Octavia Setiowati
Editor : Ragil Kukuh Imanto