UNAIR NEWS – Puasa tak hanya memerintahkan setiap muslim untuk menahan lapar dan haus. Terdapat anjuran bagi setiap muslim untuk menjaga emosi marah yang dapat menyakiti orang lain saat berpuasa. Menyadari pentingnya mengelola emosi saat berpuasa, pada Kamis (6/4/2023) Masjid Ulul ‘Azmi Universitas Airlangga menyelenggarakan kajian kemuslimahan bertema Bijak Mengelola Emosi Selama Bulan Ramadan.
Hadir sebagai narasumber seorang psikolog Ning Sayidah Aulia Ul-Haque MPsi Psikolog. Kajian tersebut terselenggara hybrid melalui media Zoom dan secara offline di serambi utara Masjid Ulul ‘Azmi UNAIR.
Dalam paparan awal, Aulia menjelaskan mengenai definisi dari emosi. Menurutnya, emosi adalah sesuatu bagian dari afeksi atau perasaan yang kita rasakan pada situasi tertentu. Seperti saat berada pada situasi senang maka wajah akan menampilkan senyum yang berseri seri.
Aulia mengatakan, setiap emosi manusia adalah hal yang benar adanya dan perlu kita rasakan. Yang menjadi penting kemudian adalah bagaimana cara mengekspresikan emosi dengan cara proporsional.
“Emosi apapun sangat boleh kita ungkapkan. Ketika emosi terus kita pendam, tong emosi yang ada pada diri kita penuh dan ini dapat meluap,” ungkap Aulia.
Tak hanya menekan dan memendam emosi saja yang menjadi sebuah kesalahan. Namun, mengekspresikan emosi berlebihan juga hal yang keliru. Aulia mengatakan, cara terbaik adalah dengan mengelola setiap emosi.
Cara Mengelola Emosi
Dalam kesempatan itu, Aulia membagikan cara mengelola emosi dengan baik. Setiap individu bisa melakukan dua cara, yaitu monitory dan evaluasi. Monitory yang dimaksud adalah individu memiliki self awareness terhadap dirinya dan jujur dengan apa yang dirasakan.

Selanjutnya adalah melakukan evaluasi. Cara ini ada keterkaitan dengan cara struktur otak bekerja, emosi diatur pada bagian tertentu otak. Pada bagian otak ini, emosi ditangkap dan dikelola dengan sangat cepat. Oleh karenanya, perlu mengaktifkan otak depan manusia PFC atau prefrontal cortex untuk mengaktifkan nalar ketika emosi, seperti saat marah sedang tinggi.
Cara lain evaluasi adalah melakukan diskusi dengan diri sendiri. Berdasarkan pengalamannya, Aulia bertanya empat hal pada dirinya. Dari pertanyaan inilah kemudian ia dapat mengaktifkan nalar atau fungsi otak depan.
“Ketika emosi marah sedang tinggi, cara paling mudah untuk mengaktifkan PFC dengan mengajukan empat pertanyaan. Pertama, penting gak sih, hal ini membuat kita marah? Lalu, kalau kita mau marah, seberapa besar untuk kasus ini? Kalau kita mau marah sebesar itu seberapa lama? Solusinya apa? Dari pertanyaan ini otak kita melakukan proses berfikir dan evaluasi,” ungkap Aulia.
Aulia juga mengungkapkan bahwa Islam memiliki ajaran yang luar biasa untuk mengelola emosi. “Mengaktifkan PFC ini dalam Islam sungguh luar biasa. Sudah ada aturan dan ajaran ketika kita marah. Intinya, kita harus berubah posisi agar tidak fokus pada posisi situasi tersebut,” jelas Aulia. (*)
Penulis: Shafa Aulia R
Editor: Binti Q. Masruroh