Universitas Airlangga Official Website

Kalis Ungkap Hidup Perempuan adalah Cerita yang Kompleks

Suasana penyampaian materi kuliah tamu dan diskusi buku. (Sumber: Dokumen Pribadi)

UNAIR NEWS – Relasi antara agama dan gender hingga kini masih menjadi wacana menarik. Hal itulah yang coba diangkat oleh Program Magister Kajian Sastra dan Budaya UNAIR dalam kuliah tamu dan diskusi buku bertajuk “Perspektif Keagamaan yang Berkeadilan Gender” yang bekerja sama dengan penerbit Mizan. Digelar pada Selasa (6/9/2022), acara itu turut mengundang penulis buku Sister Fillah You’ll Never be Alone, Kalis Mardiasih, serta Koordinator Minat Kajian Budaya Magister Kajian Sastra dan Budaya UNAIR, Dr. Johny Alfian Khusyairi.

Dalam kegiatan tersebut, Kalis sebagai pemateri bercerita bahwa ia menulis buku berdasarkan keresahan terhadap ketidaksetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai hal, termasuk dalam konteks agama. “Jumlah penulis perempuan sangat sedikit. Apalagi kalau bicara penulis perempuan itu seringkali genre nulisnya tentang  keagamaan, fiqih dan  ibadah gitu. Sedangkan, saya kira hidup perempuan tidak hanya itu saja,” ujarnya.

Mengkaji feminisme, Kalis menjelaskan bahwa selama ini yang ia jadikan rujukan adalah feminisme Timur Tengah. Menurutnya, ketika membicarakan feminisme dan analisis gender, hal yang paling dekat ialah tubuh perempuan. Beda halnya dengan feminisme Barat yang cenderung menyuarakan kesetaraan politik.

Selanjutnya, Kalis tak lupa membagikan pengalamannya selama melakukan kajian gender di Indonesia. Berdasarkan riset isu gender, perempuan kelahiran Blora itu berkesempatan keliling Indonesia dan menjumpai perempuan-perempuan dengan pengalaman yang berbeda-beda. “Saya punya misi jalan-jalan keliling Indonesia dan bertemu perempuan-perempuan di berbagai kota. Dan itu membuat saya merefleksi bahwa pengalaman perempuan yang satu berbeda dengan pengalaman perempuan yang lain,” ujar Kalis.

Terakhir, berkaitan dengan buku yang ia tulis, Kalis menyampaikan bahwa karya-karyanya belakangan ini tidak hanya berfokus pada substansi. Akan tetapi, aspek pemilihan gaya bahasa yang mudah dipahami juga menjadi perhatiannya. Lantaran, semakin mudah dipahami, semakin luas kalangan yang menjangkau tulisannya, termasuk anak usia sekolah.

Melihat kasus-kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan, bahkan ketika masih duduk di bangku sekolah, membuatnya bertekad untuk mendorong transfer pengetahuan tentang keperempuanan dengan lebih cepat. “Ketika saya mengadvokasi UU tindak pidana kekerasan seksual, itu kayak anak SD udah jadi korban kekerasan. Bahkan baru lahir sudah diperkosa gitu ‘kan. Jadi, saya merasa pengetahuan tentang bagaimana menjadi perempuan cepat disampaikan, itu lebih baik. Lebih cepat disampaikan akan lebih bisa menjadi bekal perempuan untuk hidup di dunia yang tidak aman ini,” ungkapnya.

“Kalau anak TK bisa baca kesetaraan gender, saya mungkin akan bercita-cita menulis itu,” pungkasnya.

Penulis: Yulia Rohmawati

Editor: Khefti Al Mawalia