Universitas Airlangga Official Website

Karyawan Twitter Resign Massal Hingga Kantor Tutup, Dosen UNAIR: Berpengaruh pada Performa Twitter ke Depan

Kantor pusat Twitter di San Francisco. (Foto: AP/Godofredo A. Vásquez/detikinet)

UNAIR NEWS – Ultimatum Elon Musk yang mewajibkan karyawan Twitter bekerja ekstra kian memanas. Banyak karyawan Twitter memilih untuk resign massal dan kantor Twitter pun sempat ditutup. Tidak hanya itu, tagar #RIPTwitter mencuat dan menjadi gonjang-ganjing di media sosial berlogo burung itu.

Merespons hal tersebut, Dosen FISIP Universitas Airlangga (UNAIR) Febby Risti Widjayanto SIP MSc melihat bahwa dinamika persoalan tersebut akan berpengaruh terhadap kinerja Twitter ke depan.

Pengaruh Operasional

Menurut Febby, performa dari sebuah mesin yang menggerakkan Twitter sangat dipengaruhi oleh proses operasionalnya sehari-hari. Dalam hal ini, operasi dari manajemen korporat yang menjalankan bisnis teknologi tentu dibangun oleh relasi, kesamaan tujuan, dan kedekatan emosi antar karyawan-karyawan yang menjalankan dan memastikan kinerja Twitter agar tetap optimal. 

“Ini karena setiap teknologi pasti dibangun di atas hubungan antar-manusia yang unik dan seringkali pula tidak mudah untuk diduplikasi di tempat lain atau ketika terjadi perubahan komposisi personel dengan orang-orang yang berbeda. Sehingga, ketika terdapat pergantian personel dan atasan maka menjadi tidak pasti pula seperti apa nanti masa depan Twitter,” jelasnya.

Febby Risti Widjayanto S.IP, M.Sc, Dosen Ilmu Politik Universitas Airlangga (Foto: FISIP UNAIR)

Tantangan Manajemen Talenta Perusahaan

Lebih lanjut, Febby menyampaikan, akuisisi Elon Musk akan menjadi tantangan tersendiri dalam isu manajemen talenta dalam perusahaan Twitter. Tidak hanya itu, relasi antar pegawai atau relasi dengan atasan juga akan berubah dan memerlukan penyesuaian baru.

Khususnya sentimensi karyawan terhadap petinggi Twitter yang juga tidak sepenuhnya hilang dan tidak dapat diabaikan begitu saja mengingat fakta Elon Musk telah memecat banyak sekali karyawan dengan mengirimkan surel pemberitahuan yang hanya bertenggat 24 jam.

“Pemberitahuan yang diedarkan di hari libur tersebut juga membuat para pegawai merasa frustasi dan putus asa, meskipun sebagian kecil dari mereka pada keesokan harinya dipanggil kembali untuk bergabung,” ujar Febby.

“Akan tetapi, dari hal ini kita dapat menilai bagaimana tipe pengelolaan perusahaan oleh Elon yang sangat dominan, berorientasi sepenuhnya pada efisiensi sehingga tampak kurang humanis sekaligus mengindikasikan bagaimana lemahnya posisi karyawan Twitter sebagai buruh digital,” tutupnya. (*)

Penulis: Rafli Noer Khairam

Editor: Binti Q. Masruroh