Universitas Airlangga Official Website

Kelas Legislatif BLM FKH UNAIR Ulas Satwa Liar

drh Zulfikar Basrul Gandong M Sc (Quarantine Veterinarian and Animal Welfare Facilitator) ketika Mengisi Kelas Legislatif. (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS – Badan Legislatif Mahasiswa  (BLM), Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Universitas Airlangga, menggelar kelas legislatif. Acara yang berlangsung pada Minggu (24/9/2023), merupakan program yang berguna sebagai sarana pembelajaran dan diskusi bersama mengenai isu kelegislatifan di Indonesia dan kelas sidang.

Kegiatan itu mengusung tema “Pemeliharaan Satwa Liar Berdasarkan Hukum di Indonesia dan Efek Pemeliharaan Satwa Liar terhadap Evolusi Tingkah Laku di Masa Depan”. Dalam kesempatan itu drh Zulfikar Basrul Gandong M Sc hadir sebagai pemateri.

Konservasi Satwa Liar

Dalam kesempatan itu, Zulfikar mengungkapkan bahwa perbedaan antara satwa yang terlindungi dan tak terlindungi. Menurutnya, status terlindungi atau tidak terlindungi itu terlihat dari populasi, jika populasinya terancam punah maka harus terlindungi oleh beberapa perlindungan negara. 

“Hal itu berkaitan pada jumlah populasi hewan dalam alam,” ujarnya. 

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa sebagai contoh perlindungan hewan adalah melindungi hewan dari cara penangkapan, pemeliharaan, perdagangan, dan pemanfaatan mereka. Konservasi satwa liar, jelasnya, adalah suatu kegiatan pelestarian dan perlindungan hewan serta habitatnya guna memastikan generasi berikutnya mengetahui keadaaan alami spesies yang hidup. 

“Dalam kegiatan konservasi ini, terbagi menjadi dua cara yaitu melakukan perkembangbiakan secara alami dan buatan, serta pembesaran satwa liar,” paparnya.

Syarat Penangkaran Satwa Liar

Dalam kesempatan itu, ia juga menjelaskan Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Menurutnya, ketika seseorang ingin melakukan penangkaran satwa liar, syarat pertama adalah meminta izin pemeliharaan. 

Lembaga perizinan pemeliharaan satwa liar, jelasnya, terbagi menjadi dua yaitu satwa dilindungi maupun yang tidak dilindungi. Zulfikar menjelaskan bahwa jika ingin memelihara satwa liar yang dilindungi, maka perizinan langsung menuju direktorat Jenderal.

“Sedangkan izin penangkaran satwa yang tidak dilindungi wajib melaporkan pada Kepala UPT setempat,” jelasnya.

Persyaratan kedua, ungkapnya, yaitu lokasi pemeliharaan. Hal itu berkaitan dengan lingkungan masyarakat dan hewan. Dalam menentukan lokasi pemeliharaan harus meminta izin kepada Camat setempat untuk menghindari konflik negatif dalam masyarakat.

“Persyaratan berikutnya adalah mempekerjakan tenaga ahli seperti dokter hewan, Tenaga ahli tersebut yang bertanggung jawab atas kondisi kesehatan dan  kesejahteraan satwanya. Setelah itu, setiap kegiatan harus memenuhi pelaporan Buku Induk (studbook) dan Buku Catatan Harian,” pungkasnya. 

Penulis: Christopher Hendrawan

Editor: Nuri Hermawan