UNAIR NEWS – dr Sophia Hage Sp KO menjadi salah seorang pengisi acara pada Indonesia Mountain Medicine Summit 2023. Ia membawakan materi “Mengenal dan Mengatasi Cedera dalam Panjat Tebing” pada Minggu (19/3/2023) secara hybrid.
Acara kali ini merupakan hasil kolaborasi antara Dokter Pendaki dengan Kelompok Pengkaji Lingkungan Aesculap (KPLA) Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR).
Ia merupakan tim medis dari Federasi Panjat Tebing Indonesia dan juga Medical Director pada IFSC Climbing World Cup. “Atlet panjat tebing adalah satu satunya atlet yang fokus latihannya memang di kekuatan jari dan juga tangan,” katanya.
“Adanya berbagai metode untuk meningkatkan power dapat menyebabkan adanya sindroma ataupun gejala yang biasanya tidak ditemui pada cabor lainnya,” imbuhnya.
dr Shopia Hage Sp KO menjelaskan, terdapat perbedaan pada karakteristik atlet panjat tebing dengan atlet lainnya. Yaitu, terletak pada massa lemak yang rendah, massa otot yang cukup tinggi, terutama di upper body dari pinggang ke atas. Mulai bahu, lengan atas, lengan bawah, pembesaran otot dari telapak tangan, hingga
jari.
Macam-macam Subdisiplin Panjat Tebing
Cabang olahraga panjat tebing masuk dalam extreme sport dengan maksimal resiko cedera pada skala 28 persen secara fatality bergantung pada subdisiplinnya. Subdisiplin dari cabang olahraga panjat tebing ada 3. Yaitu, speed climbing, boulder climbing, dan lead climbing.
Speed climbing memiliki fatality hampir 0 persen. Sub disiplin ini terfokus pada kecepatan dalam memanjat papan setinggi 15 meter dengan kemiringan 95 derajat tanpa adanya waktu yang ditentukan.
“Rekor tercepat masih dipegang oleh Indonesia. Kiromal Katibin dan Veddriq Leonardo. Dan mereka berdua di Olimpiade 2024 nanti targetnya adalah pecah dibawah 5 detik,” katanya.
Sementara itu, lead climbing hampir menyerupai rock climbing di alam bebas. Pelaksanaannya akan menggunakan alat pengaman, rute, dan pegangan yang dengan pengaturan sendiri.
Waktu untuk lead climbing sendiri 6 menit. Pemain yang dapat mencapai puncak tertinggi selama waktu 6 menit akan menjadi pemenangnya. Dan, apabila tidak ada yang mencapai puncak tertinggi, penentuannya berdasar poin-poin pada pijakan dan pegangan.
Dan terakhir, boulder climbing yang tidak menggunakan pengaman. Dengan rute pendek dan dinding miring sampai 90 derajat. Batas waktunya 5 menit dan mendapat kategori finish apabila 2 tangan mencapai titik tok.
Resiko Cedera dan Penanganan
Bagian tubuh yang paling sering cedera pada atlet panjat tebing adalah upper body. Dengan urutan mulai jari, tangan, bahu, pergelangan tangan, punggung bawah, lutut, dan siku. Untuk proses dari cedera olahraga sendiri terbagi menjadi 2 jenis, yaitu cedera akut dan cedera kronik.
Di Indonesia, cedera yang paling sering muncul pada atlet panjat tebing adalah cedera kronik karena latihan berat, kurang tepatnya strategi pemulihan yang tepat, dan terjadi secara berulang pada waktu yang lama. Tetapi, tidak tertutup kemungkinan terjadi cedera akut juga.
Dalam penanganan cedera akut, akan ada penerapan RICE. Yaitu, Rest, Ice, Compress, dan Elevate.
Penanganan tersebut tidak efektif selama kurang dari 15 menit dengan penekanan di area yang cedera dan harus secara berulang selama 3 sampai 4 jam. Manfaatnya adalah mengurangi nyeri dan merelaksasikan otot.
“Yang paling penting, saya mengedukasi sekali lagi jangan melakukan pijat atau urut. Terus terang saya juga bekerja sama dengan fisioterapis. Yang mana mereka tau area-area mana saja yang harus mendapat pijat dan tidak,” ujarnya.
Sedangkan untuk cedera kronis penanganannya terdapat pada terapi dan pemberian obat-obatan sesuai dengan keluhan oleh atlet.
Penulis: Nokya Suripto Putri
Editor: Feri Fenoria