Universitas Airlangga Official Website

Kenalkan Ekonomi Islam, Prodi EKIS UNAIR Sambut Mahasiswa Inbound Asal New Zealand

Mahasiswa Faculty of Agribusiness and Commerce, Lincoln University, New Zealand melakukan Studi Inbound ke Program Studi S1 Ekonomi Islam, Universitas Airlangga. (Foto: Istimewa)
Mahasiswa Faculty of Agribusiness and Commerce, Lincoln University, New Zealand melakukan Studi Inbound ke Program Studi S1 Ekonomi Islam, Universitas Airlangga. (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – Program Studi S1 Ekonomi Islam (EKIS), Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB), Universitas Airlangga (UNAIR) kembali menyambut kedatangan sembilan mahasiswa Faculty of Agribusiness and Commerce, Lincoln University, New Zealand untuk melaksanakan program study inbound full-time terhitung sejak tanggal Minggu (31/12/2023) hingga (27/3/2024) mendatang. Program kali ini mengusung topik bertajuk Food Security, Sustainability, and Islamic Finance.

Dilansir dari wawancara UNAIR News, Bayu Arie Fianto SE MBA PhD selaku PIC program dan Koordinator Program Studi S1 Ekonomi Islam UNAIR, mengungkapkan bahwa program summer school ini terdiri dari empat kelas serta beberapa kegiatan kebudayaan.

Pertama, Overview of Agribusiness in Indonesia. Kedua, Academic Reform and Sustainability of Higher Education in Indonesia. Ketiga, Indonesia, Muslim, Poverty and Islamic Finance. Terakhir, Exploring the Role of Organization Creativity and Open Innovation in Enhancing SMES Performance in Indonesia.

Program ini berangkat dari adanya kekhawatiran terhadap krisis dunia yang berdampak pada ketahanan pangan. Sehingga melalui program ini, para mahasiswa Lincoln University dapat mendalami bagaimana potensi komoditas pangan yang ada di setiap negara, khususnya Indonesia, agar bisa mencapai food security.

“Maka dari itu kami berikan perkuliahan dan melakukan diskusi seputar agriculture yang ada di Indonesia untuk mencari solusi dan inovasi tentang food security,” pungkas Bayu.

Berkaitan dengan hal tersebut, program ini juga turut menawarkan pembelajaran yang berkaitan sustainability. “Sebenarnya kita ingin bumi ini tidak hanya dinikmati oleh generasi sekarang, tapi juga diwariskan pada generasi ke depan. Sehingga setiap aspek aktivitas harus berorientasi kepada sustainability, baik itu dari pilar sosial, dari pilar ekonomi, dari pilar lingkungan, dan dari pilar hukum tata kelola,” jelas Bayu.

Lebih lanjut, Bayu juga menekankan pada Islamic economics and finance. Ia merasa bekal Islamic finance sangat penting dalam merintis suatu bisnis, utamanya di negara muslim seperti Indonesia dengan populasi muslim sekitar 87 persen yang tentunya sangat memperhatikan aspek halal.

Nah ini juga mengajarkan kepada mahasiswa asing bahwa untuk merintis bisnis di Indonesia, kita harus paham tentang aspek-aspek muamalah untuk keberlanjutan bisnisnya. Karena tentunya Muslim ingin mengkonsumsi makanan yang halal, ingin menggunakan fashion, produk kecantikan, dan layanan keuangan yang halal, bahkan berwisata ke tempat yang halal friendly,” tutur Bayu.

Selain pembelajaran in class, para mahasiswa asal New Zealand itu juga diajak campus and city tour ke beberapa tempat industri dan bersejarah di Surabaya untuk pembelajaran secara langsung. “Para mahasiswa kami bawa ke industri yang ada di Indonesia. Contohnya adalah ke PT. Garam, kemudian juga ke NGO seperti Ecoton yang ada di Gresik, ke kampus berbasis korporat yang ada di UISI, dan terakhir adalah program pengabdian masyarakat bersama para petani Rumput Laut yang ada di Sumenep,” ujar Bayu.

Tidak hanya mengikuti pembelajaran akademik saja, para mahasiswa asal Lincoln University itu juga diajak untuk menjelajahi budaya Indonesia. Mulai dari belajar bahasa, budaya, permainan tradisional, bahkan hingga belajar memasak masakan Indonesia.

Selama program berlangsung, mahasiswa juga mendapatkan challenge untuk membeli produk-produk di pasar tradisional dan pasar modern yang ada di Surabaya. “Hal ini dilakukan untuk mengenalkan kepada mahasiswa perbedaan kondisi pasar tradisional dan modern di Indonesia. Dalam hal ini mahasiswa akan diajarkan tawar-menawar menggunakan bahasa Indonesia, serta mengobservasi barang yang dijual diantara kedua pasar tersebut,” pungkas Bayu.

Bayu Arie Fianto SE MBA PhD selaku PIC program dan Koordinator Program Studi S1 Ekonomi Islam UNAIR dalam Sambutan Pembukaan Acara. (Foto: Istimewa)

Melalui program inbound, Bayu ingin menunjukkan bahwa program studi Ekonomi Islam tidak hanya diperuntukkan bagi muslim saja. Tetapi juga bagi kalangan non-muslim yang juga tertarik mempelajari ekonomi Islam.

Hal ini terbukti dengan antusiasme para mahasiswa non-muslim dari New Zealand untuk belajar food security, sustainability, dan Islamic finance di EKIS UNAIR. Terlebih lagi, Program Studi S1 Ekonomi Islam UNAIR berhasil meraih akreditasi internasional ABEST21 dan FIBAA (premium seal), yang berarti layak untuk menjadi wadah pembelajaran bagi mahasiswa internasional.

“Ini juga menunjukkan bahwa kampus UNAIR menjadi rujukan pertama dari kampus yang ada di New Zealand untuk belajar ekonomi islam, keuangan sosial islam, serta sustainability,” pungkas Kaprodi Ekonomi Islam UNAIR itu.

Dengan adanya program ini, Bayu berharap dapat meningkatkan kolaborasi antar para peneliti program studi Ekonomi Islam UNAIR dengan Faculty of Agribusiness and Commerce di Lincoln University.

Ia juga berharap akan semakin banyak kampus-kampus yang basisnya non-Muslim untuk belajar tentang Ekonomi Islam. Sehingga, hal ini dapat membuktikan bahwa program studi Ekonomi Islam tidak terbatas bagi muslim saja.

Penulis: Aidatul Fitriyah

Editor: Khefti Al Mawalia