Universitas Airlangga Official Website

Kepala Pusat Kesehatan TNI AD: Waspadai Bioterorism di Indonesia

Suasana Seminar Ketahanan Nasional di Aula Garuda Mukti, Jumat, (16/12) (Foto: UNAIR NEWS)

UNAIR NEWS – Universitas Airlangga (UNAIR) kembali menggelar seminar nasional. Kali ini, Jumat (16/12), Prodi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK) Program Magister Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) mengundang Kepala Pusat Kesehatan TNI Angkatan Darat, Mayor Jenderal dr. Bambang Pratomo Sulistyanto, M.M, sebagai narasumber dalam seminar tersebut.

Seminar yang dihelat di Aula Garuda Mukti, Kantor Manajemen, Kampus C tersebut bertajuk “Upaya Meningkatkan Ketahanan Nasional Bidang Kesehatan Melalui Upaya Internalisasi Sistem Kesehatan Nasional”. Turut hadir Wakil Rektor I Prof. Djoko Santoso, dr., Ph.D., Sp.PD., K-GH., FINASIM, mewakili Rektor UNAIR memberikan sambutan dihadapan ratusan peserta seminar. Dalam sambutannya, Prof. Djoko menyampaikan 5 mandat dari UNESCO.

“Yaitu To Know, To Do. Jadi gak hanya mengerti, tapi juga dilaksanakan, dikerjakan. Setelah itu To Be, artinya menjadi manusia bukan secara personal, tetapi sebagai makhluk sosial,” jelasnya.

Mayjen TNI
Mayjen TNI dr. Bambang Pratomo Sulistyanto, M.M, (Foto: UNAIR NEWS)

“Yang keempat To Live Together. Sebagai makhluk sosial, kita harus mampu hidup bersama dengan human being di seluruh dunia. Yang terakhir, Iqro, artinya membaca. Membaca bukan hanya ketika belajar membaca di awal saja, tapi juga mulai membaca dan belajar apapun bidang ilmunya sepanjang hayat,” imbuhnya.

Prof. Djoko mengatakan, seminar nasional ini merupakan bentuk keberlanjutan dari sebuah kegiatan yang memiliki pengaruh positif. “Karena segala kegiatan positif yang mendukung peningkatan ketahanan nasional harus dipertahankan, maka sustainability itu perlu dan harus dijaga,” ujarnya.

Mengawali pembicaraan Mayjen Bambang mengatakan, sebagai seorang militer dirinya paham betul bahwa peperangan tidak hanya di bidang militer, namun juga nir militer, salah satunya adalah kesehatan.

Akhir-akhir ini, Mayjen Bambang menyoroti penggunaan senjata biologi sebagai media teror atau biasa disebut bioterorism. “Dalam masalah kesehatan, kita harus mewaspadai terkait ancaman senjata biologi,” ujarnya.

Mayjen Bambang mengingatkan bahwa peperangan dengan senjata biologi bisa berdampak fatal. Pasalnya, perang dengan menggunakan senjata pada umumnya akan lebih mudah diidentifikasi. Namun bioterorism akan sangat sulit dilacak.

“Kalau pakai senjata perang, akan sangat mudah ketahuan. Tapi kalau sudah berbahan biologi seperti virus atau bakteri, sulit diketahui siapa yang buat, dari mana asalnya. Biaya produksinya juga murah, tapi sangat mematikan dan berdampak,” jelasnya.

Mayjen Bambang memberikan contoh pengembangan senjata biologi yang digunakan sebagai senjata pembunuh massal, salah satunya adalah perang di Suriah. Banyak dugaan yang menganggap bahwa Suriah menggunakan salah satu senyawa berbahaya bernama Gas Sarin, cairan tidak berwarna, tidak berbau, yang berpotensi ekstrim sebagai agen saraf.

“Korbannya 70 ribu orang. Ini sudah merupakan kejahatan perang,” tandasnya.

Di akhir pemaparannya, Mayjen Bambang mengingatkan bahwa ketahanan nasional dimulai dari semangat individu dalam membangun ketahanan pribadi.

“Mari kita bangun kembali semangat untuk membangun ketahanan pribadi, yang diawali dengan profesionalisme diri, yang akan mendorong ketahanan keluarga, dan akhirnya bermuara pada ketahanan negara,” serunya.

“Ke depan, perkembangan ketahanan kesehatan nasional itu akan bergantung pada para pemuda Indonesia saat ini,” imbuhnya mengakhiri. (*)

Penulis : Dilan Salsabila
Editor    : Binti Q. Masruroh