UNAIR NEWS – Istilah gaslighting mungkin sudah tidak asing lagi bagi banyak orang. Bahkan, tidak sedikit orang yang pernah merasakan berada di tengah-tengah hubungan di mana ia menjadi korban gaslighting. Lantas, bagaimana ciri-ciri perilaku gaslighting?
“Gaslighting ini bisa dikategorikan sebagai bentuk kekerasan psikis dan emosional karena menyimpan manipulasi negatif,” tutur Fika Nadia Tirta Maharani MPsi Psikolog pada gelaran webinar bertajuk “Warning! It’s Gaslighting: How to Detect and Deal with Manipulative People,” Minggu (28/8/2022).
Di webinar yang diadakan oleh Airlangga Safe Space (ASAP) ini, Fika menjelaskan bahwa pelaku gaslighting bertujuan agar orang yang diberikan gaslight akan mempertanyakan kebenaran realita, memori, atau cara pandangnya. “Orang yang diberikan gaslighting ini merasa bingung, memiliki harga diri rendah, kurang percaya diri, dan bergantung pada gaslighter,” ujar Fika.
Pelaku gaslighter sebenarnya merupakan seseorang yang tidak menyukai konfrontasi dan tidak suka dikritik. Oleh karena itu, ketika mereka dihadapkan pada suatu fakta yang ada buktinya secara rasional, mereka akan sengaja lupa atau menyangkal apa yang terjadi. Selain itu mereka akan melakukan blocking seperti meminta orang lain untuk tidak membicarakan suatu topik pembicaraan yang mana ia akan merasa diserang.
Tindakan lain yang juga biasanya dimunculkan oleh gaslighter adalah melakukan diverting yakni mengalihkan topik sembari menyalahkan pasangannya. “Gasligher juga akan selalu meng-attack atau menyerang karakteristik seseorang dibandingkan dengan mengkritisi perilaku atau tindakan. Ketika sudah menyerang karakter seseorang, itu menjadi red flag bahwa itu bisa menjadi indikasi gaslighting,” tegas Fika.
Menghadapi pelaku gaslighting memang bukan hal yang mudah. Saat mendapatkan perlakuan gaslight dari orang terdekat, Fika menyarankan agar korban gaslighting mampu menyadari pengalaman dengan apa adanya. “Dengan teman-teman berani menerima pengalaman teman-teman apa adanya, itu adalah langkah yang sangat monumental supaya nantinya teman-teman bisa keen for help,” ungkap psikolog klinis di Welas Asih Healing & Development Center ini.
Selain itu, korban gaslighting juga perlu membangun harga diri yang sehat dan mampu memprioritaskan kesehatan dan keselamatannya. “Kesehatan ini tidak hanya secara fisik dan mental, namun juga secara emosional, sosial, dan spiritual. Ketika orang berada di hubungan yang sering dikenai gaslight, ia akan sangat lelah dan diliputi perasaan frustasi sehingga perlu memberi jeda dan batasan,” jelas Fika.
Mengurangi intensitas komunikasi juga menjadi cara menghindari perilaku gaslighting karena gaslighter biasanya cenderung menginginkan kontrol atas seseorang. Terakhir, hal lain yang dapat dilakukan korban gaslighting adalah mencari dukungan kepada keluarga, teman, atau bahkan kepada profesional.
“Korban perlu orang yang dipercaya yang fungsinya untuk menstabilkan realita mereka. Dengan bantuan profesional, teman-teman bisa diajak untuk melihat secara objektif pengalaman teman-teman,” pungkas Fika.
Penulis: Agnes Ikandani
Editor: Nuri Hermawan