UNAIR NEWS – Indonesia telah menghadapi pandemi Covid-19 selama dua tahun terhitung sejak awal kemunculannya pada bulan April 2020. Hal itu menyebabkan masyarakat mengalami kesulitan dari berbagai aspek, namun kita harus bangkit dari keterpurukan selama pandemi Covid-19.
Pada kesempatan kali ini, Universitas Airlangga mengundang Dosen Antropologi, Rizky Sugianto Putri S Ant M Si sebagai penyintas Covid-19 untuk berbagi pengalamannya menghadapi pandemi di Gelaran Pameran Arsip Covid-19 pada Sabtu (07/01/2022).
Rizky Sugianto atau yang akrab dipanggil Kiki menceritakan, bahwa ayahnya terpapar Covid-19 pada Juni 2020, dimana pada saat itu merupakan fase awal Covid-19 merebak di Indonesia.
Menurut Kiki, hal yang heartbreaking pada saat itu ialah sikap lingkungan sekitar menanggapi kondisi keluarganya. Kiki menjelaskan bahwa ia dan sekeluarga mengalami diskriminasi oleh lingkungan sekitarnya.
“Ketika kita dihadapkan dengan hal yang asing dan menakutkan, pasti manusia cenderung menghindari hal tersebut dan menunjukkan sisi lain dari manusia,” tambahnya.
Stigma masyarakat pada saat itu masih buruk. Selama keluarganya terpapar, tidak ada bala bantuan dari tetangga untuk mengirim stok makanan dan obat karena dilarangnya untuk melakukan aktivitas diluar selama terpapar Covid-19.
Kiki dan keluarga dihadapkan dengan kepergian dari sang ayah selama melakukan perawatan di rumah sakit. Hal tersebut membuat Kiki dan keluarga sangat terpukul dan mengalami kesedihan yang mendalam.
Ditambah, ia dan keluarga tidak bisa melihat ayahnya untuk terakhir kalinya. Karena harus melalui protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah.
“Ketika bapak saya dimakamkan, betul-betul kami melihat proses rangkaian pemakaman mulai dari dimasukkan dalam bodybag, dilakukannya wrapping berkali kali, penyemprotan disinfektan, dan dimasukkan dalam peti,” ujarnya.
Kiki berusaha untuk bangkit dari lowest point nya dengan melakukan coping mechanism. Dengan cara melarikan rasa sedih dan kesalnya dengan kegiatan yang positif yaitu tekun berolahraga.
Dalam dunia Antropologi, hal tersebut merupakan survival of the fittest. Kondisi dimana kita harus dapat berdikari dalam keadaan sesulit apapun. Hal tersebut harus ada dalam diri kita sendiri
“Harapannya dengan ini kalian dapat bertahan dan dalam kondisi sesulit apapun serta tidak kalah dengan keadaan,” harapnya.
Penulis: Satrio Dwi Naryo
Editor: Khefti Al Mawalia