Universitas Airlangga Official Website

Kominfo Berubah Jadi Komdigi, Dosen FISIP UNAIR Beri Tanggapan

Meutya Hafid, Menteri Komdigi yang baru saja dilantik oleh Presiden Prabowo
Meutya Hafid, Menteri Komdigi yang baru saja dilantik oleh Presiden Prabowo

UNAIR NEWS – Sejak pelantikan resmi Presiden Republik Indonesia pada Minggu (20/10/2024), Prabowo Subianto mengubah nama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menjadi Komunikasi dan Digital (Komdigi). Ia menunjuk Meutya Hafid sebagai Menteri Komdigi.

Harapan atas perubahan tersebut bukan sebatas hitam di atas kertas. Melainkan mencerminkan fokus yang lebih besar pada transformasi digital. Selain itu, perubahan nomenklatur ini mampu merefleksikan political will dari Kabinet Merah Putih untuk mengawal transformasi digital di Indonesia dengan tatanan regulasi yang mumpuni.

Dosen FISIP UNAIR, Titik Puji Rahayu, S Sos M Comm Ph D yang berfokus pada kajian Kebijakan dan Regulasi Komunikasi memberikan pandangannya. Khusunya mengenai perubahan nomenklatur nama kementerian di bawah Kabinet Merah Putih, terkait Kementrian Komunikasi dan Digital Indonesia.

Perubahan nama Kominfo menjadi Komdigi menandai babak baru dalam pengelolaan sektor digital di Indonesia. Titik menilai, perubahan nomenklatur ini perlu diiringi dengan pemahaman mendalam dan komprehensif tentang adaptasi regulasi terhadap pesatnya disrupsi digital yang saat ini sedang terjadi.

Pertama, Kementerian Komdigi perlu mengupayakan penataan regulasi media dan komunikasi di Indonesia menuju Regulatory Convergence. Di mana tatanan regulasi media dan komunikasi saat ini arahnya selaras dengan desain arsitektur teknologi internet. Untuk itu, Indonesia perlu memiliki regulasi yang mengatur penyelenggaraan infrastruktur media dan komunikasi. Regulasi terkait penyediaan jaringan internet, regulasi terhadap aplikasi dan regulasi atas konten.

Titik Puji Rahayu, S Sos M Comm Ph D, dosen FISIP UNAIR (foto: istimewa)
Titik Puji Rahayu, S Sos M Comm Ph D, dosen FISIP UNAIR (foto: istimewa)

Kedua, Kementerian Komdigi perlu mengupayakan perlindungan terhadap industri media dan komunikasi nasional dari gempuran ekonomi oleh berbagai platform media dan komunikasi multinasional. Ketiga, di era digital saat ini data pengguna internet menjadi aset yang berharga. Keamanan data pengguna hanya dapat dicapai jika negara memiliki kedaulatan digital (digital sovereignity). Karenanya, Kementerian Komdigi dituntut untuk mampu mengupayakan tercapainya keadaulatan digital Negara Republik Indonesia.

Lebih lanjut, Titik menyampaikan harapannya terkait Menteri Komdigi yang baru dilantik yakni Meutya Hafid. Latar belakangnya sebagai jurnalis senior yang kritis terhadap isu kebocoran data seakan memberikan angin segar. “Pengalamannya di media membuatnya paham betul akan pentingnya keamanan data dan perlindungan privasi. Harapannya, Meutya Hafid akan mendorong Komdigi mencapai tujuan utamanya,” ungkap Titik.

Kunci utama dalam menghadapi berbagai transformasi akibat disrupsi digital saat ini adalah kedaulatan digital. Negara perlu memiliki kendali penuh atas infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi agar dapat melindungi data warganya dari ancaman eksternal. Selain itu, kedaulatan digital akan dapat memperkuat industri media nasional yang saat ini harus bersaing dengan perusahaan multinasional.

Upaya untuk mencapai kedaulatan digital tentu tidak mudah. Jika merujuk pada Path Dependency Theory, lazimnya terdapat kecenderungan institusi birokrasi untuk bergerak mengikuti pola-pola kerja sebelumnya. Hal ini mengakibatkan sulitnya sebuat institusi birokrasi bertransformasi secara signifikan. Birokrasi seringkali lambat berubah kecuali terjadi sebuah benturan besar (critical juncture) yang memaksa adanya perubahan signifikan.

Perubahan nama kementerian ini harapannya menjadi awal pembuktian keseriusan pemerintah dalam mewujudkan transformasi digital. Sukses tidaknya transformasi tersebut bergantung pada kemampuan kementerian dalam merumuskan regulasi yang adaptif serta mengimplementasikan kebijakan secara efektif untuk menghadapi tantangan di era digital.

Penulis: FISIP UNAIR
Editor: Yulia Rohmawati