Universitas Airlangga Official Website

Konferensi Nasional Pusat Halal Ungkap Potensi Industri Halal Nasional

Penandatanganan unggulan halal 2024 antara para akademisi dengan Pushal UNAIR pada Konferensi Halal Nasional, pada Senin (27/5/2024) (Foto: Dok. Panitia)
Penandatanganan unggulan halal 2024 antara para akademisi dengan Pushal UNAIR pada Konferensi Halal Nasional, pada Senin (27/5/2024) (Foto: Dok. Panitia)

UNAIR NEWS – Pusat Halal Universitas Airlangga (UNAIR) gelar Konferensi Nasional dengan tema “Peran dan Kontribusi Masyarakat dalam Menyongsong Wajib Halal 2024 Guna Mewujudkan Indonesia sebagai Global Halal Hub”. Kegiatan terlaksana secara hybrid, dengan pelaksanaan luring berlangsung di Hall Majapahit lantai 5, ASSEC Tower, Kampus Dharmawangsa-B, UNAIR. Sementara itu, pelaksanaan acara secara daring berlangsung melalui Zoom Meeting.

Hadir dalam acara, Kepala BPJPH Kemenag RI Dr H Muh Aqil Irham MSi; Ketua Pusat Halal UNAIR, Dr Apt Abdul Rahem MKes; Pakar Ekonomi dan Keuangan Syariah UNAIR, Prof Dr Muhammad Nafik Hadi Ryandono SE M Si; Analis Kebijakan Badan Penyelenggara Pusat Halal, Sukbandriah; dan JFT Pembina Industri Ahli Muda, Siti Chasanah.

Dr H Muh Aqil Irham MSi dalam sambutannya menerangkan tentang keberadaan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Badan ini, katanya, telah berjalan cukup lama, puluhan tahun, tetapi masih berada di tangan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun, saat ini BPJPH telah berpindah tangan di bawah Kemenag RI. “BPJPH kini dibawahi oleh Kemenag Pemerintahan Indonesia sejak 2017 dalam UU No 33 Tahun 2014,” jelasnya.

Selanjutnya, ia menjelaskan terkait pembagian sertifikasi halal di Indonesia yang terbagi menjadi dua skema, yaitu reguler dan self declare. Sertifikasi reguler diperuntukkan pada perusahaan besar, menengah, dan kecil yang produknya memiliki basis critical yang cukup tinggi. Sehingga, perlu adanya pemberlakuan sertifikasi halal tersebut. “Dalam hal ini ada tiga pihak yang terlibat, yaitu BPJPH, LPH, serta MUI Komisi Fatwa,” ucapnya.

Sedangkan self declare, membentuk lembaga pendamping berupa LP3H yang mendampingi usaha mikro dan kecil agar mendapatkan sertifikat halal secara gratis. Fasilitas self declare, bukan hanya melalui BPJPH, tetapi juga dapat melalui stakeholder serta kolaborasi dengan berbagai kementerian pusat maupun daerah.

Pemerintah daerah juga telah menyiapkan APBD untuk sertifikat halal tersebut. “Kita memiliki kuota satu juta sertifikat halal gratis di tahun 2023, juga tahun 2024 ini ada satu juta kuota,” ujar Kepala BPJPH.

Sementara itu, Siti Chasanah menuturkan bahwa industri halal Indonesia masih dalam peringkat sepuluh tingkat dunia. Padahal, Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbanyak.

“Tentu ini menjadi suatu tantangan tersendiri, sebab potensi pengembangan industri halal itu ada di Indonesia. Melihat populasi muslim, konsumsi produk halal, serta indeks literasi halal terdapat di Indonesia,” tutur Chasanah.

Tantangan atas potensi tersebut, sambung Chasanah, di antaranya kewajiban bersertifikat halal yang meliputi kesiapan industri, juga kesiapan secara infrastruktur halal, dan MRA (Mutual Recognition Agreement). “Paham halal, ketahui bahwa dalam halal ada peluang ekonomi. Di luar sana terkait sertifikat halal ini sedang menjadi primadona,” terang Chasanah.

Chasanah menegaskan bahwa terdapat 17 balai infrastruktur halal yang saat ini telah tersedia. Ia juga menjelaskan bahwa ada kerjasama PPIH Kemenperin dengan stakeholder terkait antara lain, KNEKS, BPJPH- Kementerian Agama, DEKS- Bank Indonesia, dan Ditjen Bina Pembangunan Daerah-Kemendagri.

Penulis: Annisa Nabila

Editor: Yulia Rohmawati