Universitas Airlangga Official Website

KSB UNAIR Gelar Pengabdian Masyarakat “Bromo Wiriting Camp 2022”

Pemaparan materi sesi pertama oleh Bramantio, S.S., M. Hum. (Ahli Sastra dan Kebudayaan dari Fakultas Ilmu Budaya). (Sumber Foto: Dokumentasi Panitia)

UNAIR NEWS – Sejak 2008 UNESCO menyatakan seni wayang kulit sebagai Daftar Representatif Warisan Budaya Takbenda. Bukan tanpa alasan UNESCO melakukan hal tersebut, Jika kita telaah seni wayang kulit indonesia memiliki keunikan tersendiri secara internasional. Banyak pelajar muda Indonesia saat ini mungkin tidak menyadari kedalaman filosofis tradisi ini, tetapi mereka yang telah mempelajarinya, menghargai banyak nilai yang dikandungnya. Kisah wayang adalah kisah yang penuh dengan pembelajaran dan kepahlawanan.

Namun sayang sekali, sebagai bagian dari seni tradisi seni wayang sudah banyak terpinggirkan. Pemuda lebih menyukai budaya lain yang dianggap lebih baik atau lebih sesuai dengan keadaan saat ini. Para aktifis wayang merasakan kesulitan yang tinggi dalam upaya mengajak pemuda untuk berpartisipasi dalam kegiatan seni wayang. Maka dari itu, program studi pascasarjana Kajian Sastra dan Budaya Universitas Airlangga (KSB UNAIR) pada Selasa (30/8/2022) hingga Rabu (31/8/2022) mengadakan Program pengabdian masyarakat yang mengusung judul “Penulisan Kreatif Wayang: Bromo Writing Camp 2022”.Program pengabdian masyarakat ini dilakukan di Dusun Wanamerta, Dusun Wanamerta, Desa Tosari, Kecamatan Tosari, Pasuruan, Jawa Timur. Acara ini mengundang 4 permateri yang terbagi menjadi 2 sesi acara.

Pada sesi pertama, Edi Dwi Riyanto SS M Hum dan Bramantio SS M Hum, menyampaikan materi terkait kesusastraan dan kekurangan dari naskah-naskah peserta yang sebelumnya telah dikirimkan kepada panitia sebelum pelaksanaan kegiatan untuk dijadikan refleksi dan dikonsultasikan saat sesi bimbingan. “Dalam penggunaan sudut pandang dan kata ganti pada saat menulis cerpen. Kata ganti orang pertama membuat cerpen terasa terlalu intim dan sukar dipisahkan dari kehidupan nyata. Sehingga, baik bagi penulis untuk mempertimbangkan menggunakan sudut pandang orang ketiga untuk menghindari perasaan terlalu terikat yang justru membuat karya terasa terlalu personal”, Ujar dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia.

Bramantio menambahkan bahwa banyak dari peserta yang menempatkan wayang hanya sebagai pelengkap. Mayoritas peserta sekadar menggunakan tokoh-tokoh cerpen bernama tokoh-tokoh wayang tanpa memperdalam tokoh itu sendiri dari segi karakteristik, latar belakang, dan hal-hal yang berkenaan dengan konsep wayang yang coba diambil. Jadi, sambung pak Bramantio kemudian menegaskan hipogram wayang sebagai dasar cerita perlu untuk kembali dipelajari sehingga karya yang dihasilkan sesuai dengan kaidah dan tema.

Setelah pemberian materi, sesi kemudian dilanjutkan dengan pembentukan grup kecil berisi 3-5 orang untuk dibimbing oleh konsultan naskah yang ahli dalam bidangnya. Konsultan naskah tersebut di antaranya Mochtar Luthfi SS M Hum, Usma Nur Dian Rosyidah SS MA, Bramantio SS M Hum, Deny Tri Aryanti SS M Hum, dan Ghanesya Hari Murti SS M Hum. Konsultan naskah membaca naskah para peserta yang telah disediakan dalam bentuk hard copy untuk kemudian dibimbing dari segi gaya bahasa, tanda baca, aspek-aspek kesusastraan, dan diskusi dalam lingkup grup kecil terbatas untuk saling memberi komentar pada naskah satu sama lain.

Pada sesi kedua, peserta kemudian mendapatkan materi dari dari masyarakat lokal Tengger bernama Kariyadi. Beliau menyampaikan materi tentang kearifan lokal Tengger seperti asal-usul Tengger dan kebudayaan masyarakat Tengger. Setelah materi dari tokoh masyarakat Tengger, sesi kedua dilanjutkan dengan penyampaikan materi dari seorang dalang metal Sidoarjo bernama Tutuko Aji atau yang juga akrab dipanggil Dalang Ucok. Pada saat penyampaian materi Tutuko Aji tidak segan unjuk kebolehan menyanyikan suluk yang langsung menarik perhatian peserta yang dilanjutkan dengan penyampaiam materi hal-hal yang berkaitan dengan pewayangan mulai dari asal-usul, tokoh-tokoh wayang, hingga cerita singkat pewayangan.

Edi Dwi Riyanto SS M Hum selaku ketua penyelenggara berharap dengan adanya Pemberian materi lokal Tengger dan pewayangan dari seorang dalang langsung diharapkan agar peserta, terutama peserta berkewarganegaraan asing, dapat memiliki pemahaman yang lebih mendalam terkait kekayaan lokal Indonesia dan wayang sehingga naskah-naskah yang dihasilkan setelah diselenggarakannya kegiatan ini dapat lebih maksimal dan kaya akan kearifan lokal.

Penulis: Aidatul Fitriyah