Tell me something boy
Are you happy in this modern world?
Or do you need more?
Is there something else you are searching for?
I’m falling
In all the good time I find myself longing for change
And in the bad times I fear my self
Itu adalah penggalan lagu Shallow yang lagi hits di Amerika Serikat dan di beberapa negara Eropa, dinyanyikan Bradley Cooper dan Lady Gaga di film A Star is Born. Lagu yang penuh filosofi itu bertanya pada kita. Apakah kita bahagia hidup di dunia yang modern ini? Apa kita ingin lebih dari itu dan apa yang kita cari di dunia ini?
Memang kita hidup di dunia modern ini segala sesuatu lebih mudah dengan adanya teknologi digital, artificial intelligent, dan kemajuan lainnya. Pintu di rumah bisa dibuka dengan remote control, mengirim duit dengan Android, semua orang bisa berbicara dan berpendapat lewat WhatsApp, lewat Twitter, Facebook. Mencari ilmu apapun dengan mudah lewat Google, meng-upload foto-foto diri dan keluarga lewat socmed, mengucapkan hari raya dan ulang tahun lewat WhatsApp, tidak perlu datang kepada orang yang diberi ucapan, dan sebagainya.
Namun, seperti lagu di atas, kita pada saat baik dan senang selalu rindu menginginkan perubahan. Terutama perubahan positif. Ingin melihat anak-anak berhasil, ingin ada kenaikan gaji, ingin hidup tenang saat pensiun, ingin punya rumah sendiri, atau bahkan kita ingin lebih (do you need more?). Tapi pada saat susah kita mengalami ketakutan, kekhawatiran dalam hidup, kekhawatiran setelah tidak bekerja, kekhawatiran anak sekolah dimana nanti, atau lulus tapi belum dapat pekerjaan. Ketakutan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup yang tidak pernah turun, dan banyak lagi kekhawatiran hidup lainnya.
Di dunia modern ini, dengan kemajuan teknologi yang cepat, memang kita dimudahkan berkomunikasi dengan orang lain, dengan keluarga dan kerabat, dan kita merasa gembira ketika followers kita di Twitter, Facebook, mencapai ribuan. Namun itu semua virtual – yang berarti not physically existing as such but made by software to appear to do so atau dengan kata lain semu, tidak nyata. Kita kenyataannya hanya di kamar atau di ruangan atau keramaian, tapi sendiri, hanya dengan HP. Berhubungan dengan orang banyak tapi tidak nyata. Jadinya hidup kita terasa hampa. Pada saat seperti ini, kita takut terhadap diri sendiri karena tidak mempunyai hubungan sosial (social interaction) secara nyata.
Kualitas Hubungan Sosial Pengaruhi Kebahagiaan
Para ilmuwan Harvard University di Amerika Serikat sejak tahun 1938 melakukan penelitian tentang kesehatan dengan kebahagiaan hidup. Dan dewasa ini, Professor Robert Waldinger dari Harvard Medical School yang juga melakukan penelitian yang sama menjelaskan bahwa hasil penelitian yang mengejutkan adalah bahwa kualitas hubungan sosial kita berpengaruh terhadap kesehatan dan kebahagiaan kita.
Penelitian itu menemukan bahwa seseorang pada umur 50 tahun yang mempunyai kepuasaan atau kebahagiaan dalam hubungan sosial ternyata lebih sehat pada umur 80 tahun dibandingkan orang yang tidak memiliki hubungan sosial yang baik pada usia 50 tahun. Hubungan sosial itu bisa di dalam keluarga, suami istri dan anak, antar family, dengan kerabat atau dengan alumni sekolah atau perguruan tinggi, dan sebagainya. Hubungan yang baik dengan sesama itu melebihi uang dan ketenaran. Dan itu yang membuat orang bahagia sepanjang hidupnya.
Dalam perspektif agama Islam, hubungan sosial adalah silaturahim dan diajarkan bahwa silaturahim itu bisa menambah rizki dan memperpanjang umur. Ajaran agama sejak 1.400 tahun lalu sebelum penelitian Harvard itu dilakukan telah menasihati kita bahwa silaturahim itu penting sebagai bagian dari ibadah. Silaturahim juga membuat orang bergerak tidak statis (hanya di kamar tidur atau di rumah saja).
Almarhumah ibu saya wafat dalam umur 94 tahun, tidak pikun, masih bisa membaca Quran dan koran, melihat TV, dan berkomentar tentang apa yang dilihatnya. Almarhumah juga masih ingat ketika berbicara tentang sejarah perang dunia II, tetang kudeta di Mesir yang menggulingkan raja Farouk, tentang perang 10 November di Surabaya, tentang bintang film Casanova, dan sebagainya. Ternyata memang sejak muda, almarhumah rutin melakukan silaturahmi, naik becak atau delman atau angkutan umum ke pelosok-pelosok desa dan kampung untuk mengenalkan si A itu sepupu saya, si B itu sahabat almarhum abah saya, dan sebagainya. Karena itu hidup beliau bahagia dan panjang umur, membenarkan ajaran agama dan penelitian Harvard tadi. Saya yakin, Dr Mahathir Muhammad yang pada usia 92 mampu menjadi Perdana Menteri Malaysia juga melakukan hal yang sama.
Karena itu, kita maklum kalau jutaan orang setiap tahun bila hari raya Idulfitri rela berhari-hari antri tiket kereta api atau pesawat atau kapal, bahkan bersedia naik motor dari ibukota Jakarta menuju kampung halaman yang jauhnya ratusan kilo meter, berpanas-panasan di tengah kemacetan yang lamanya kadang lebih dari 7 jam, hanya untuk melakukan silaturahim secara nyata, bukan silaturahim lewat WhatsApp yang semu dengan orang tua dan para kerabat.
Lagu Shallow itu benar bertanya pada kita. Are you happy in this modern world? Di dunia modern yang penuh dengan kemudahan berinteraksi dengan orang lain melalui kemajuan teknologi, tapi tidak nyata, hampa atau shallow. Kita sekarang harus sadar, bahwa dengan kemajuan teknologi tidak berarti kita harus memutuskan silaturahim (social relationship; interaction). Nilai-nilai luhur agama dan budaya kita untuk bersilaturahim harus tetap dilestarikan kalau tidak ingin hidup kita hampa penuh kesedihan. Saya senang dan bangga ketika membaca informasi di WhatsApp Group alumni UNAIR tentang pertemuan alumni di Jakarta pada bulan Agustus 2022. Juga, pertemuan alumni UNAIR di Jember dan berbagai pertemuan alumni angkatan di masing-masing fakultas di berbagai kota. Sebab, hal itu menunjukkan bahwa kualitas hubungan sosial di kalangan sivitas akademika UNAIR sangat kuat. Kalau saya analogikan, dengan penelitian profesor dari Harvard di atas, maka bisa kita katakan bahwa kualitas hubungan sosial antar Ksatria Airlangga akan menjadi salah satu kekuatan UNAIR sehingga perkembangan kemajuannya tidak shallow atau kosong melompong.