UNAIR NEWS – FISIP UNAIR menggelar kuliah tamu yang mengangkat topik “Dynamics of Islam in Indonesia: The Central-Peripheral’s Perspective.” Digelar pada Senin pagi (13/6/2022), pemateri dalam kuliah tamu tersebut adalah antropolog tersohor dari Utrecht University, Prof Martin van Bruinessen. Perspektif sentral-periferal ini akan digunakan oleh Prof van Bruinessen untuk menjelaskan influensi Islam dari Timur Tengah yang merupakan sentral dari perkembangan agama tersebut, pada perkembangan Islam di Indonesia.
Menurutnya, Islamisasi bermula di Indonesia pada abad ke-13 dan kerajaan-kerajaan Islam mulai terbentuk. Dalam kerajaan-kerajaan tersebut, sambungnya, pemuda elit kerajaan dikirimkan ke Arab Saudi untuk mendalami Islam. Pasca berpulang, merekalah yang akan menjadi guru dan otoritas keagamaan dalam lingkup kerajaannya.
“Namun pasca runtuhnya kerajaan-kerajaan Islam karena kehadiran Belanda, sentral otoritas keagamaan yang sebelumnya ada di kerajaan kini berpindah ke pesantren/pondok yang tempatnya kini tak lagi di perkotaan, namun pedesaan atau hutan. Disinilah diseminasi pengetahuan Islam dari Arab mengalami perluasan, dan tiap generasi kiai pasti akan melakukan pembaharuan pengetahuan,” ujar pakar Studi Islam itu.
Selanjutnya, Prof van Bruinessen mengatakan bahwa penimbaan ilmu ke Dunia Arab tidak tertranslasikan pada Arabisasi di kala itu. Budaya dan praktik Islam yang dilakukan disana, sambungnya, acapkali diseleksi oleh para pribumi terkait kompatibilitasnya dengan budaya Nusantara. Alhasil, terdapat akulturasi dari praktik Islam, budaya Dunia Arab, dengan budaya-budaya Nusantara.
“Namun di abad ke-20, mulai muncul pergerakan reformis yang berupaya untuk ‘memurnikan’ praktik Islam yang menolak taqlid dan akulturasi, serta berpedoman pada Quran dan Hadist. Pergerakan ini muncul seiring dengan menyebarluaskan ajaran dari Rashid Rida, serta munculnya paham Salafisme dan Wahabisme,” tutur guru besar itu.
Pada akhir, Prof van Bruinessen menjelaskan bahwa reformisme itu bertransformasi menjadi internasionalisme Islam di Dunia Arab, sebagai bentuk penolakan terhadap nasionalisme Arab yang digaungkan oleh Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser. Pergerakan itu, lanjutnya, juga hadir di Indonesia melalui Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), yang didirikan oleh mantan Perdana Menteri Indonesia dan politikus Masyumi M. Natsir.
“DDII memfokuskan organisasinya sebagai lembaga dakwah yang meneruskan budaya mengirim pemuda-pemudanya ke Dunia Arab. Dalam periode 1980-90an, banyak pemuda DDII yang mengadopsi paham Salafisme/Wahabisme atau bergabung ke organisasi Muslim Brotherhood. Pasca berpulangnya mereka ke Indonesia dan bergulirnya era Reformasi, merekalah yang memicu gelombang konservatifme Islam baru dalam perpolitikan formal di Indonesia,” tutupnya.
Penulis: Pradnya Wicaksana
Editor: Nuri Hermawan