Universitas Airlangga Official Website

Laju Inflasi Diangka 0,23 Persen, Pakar Ekonomi UNAIR Ungkap Penyebabnya

Dosen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR), Rossanto Dwi Handoyo, SE., M. Si., Ph. D., (Foto: Aditya Novrian)

UNAIR NEWS – Bank Indonesia (BI) pada awal Februari menetapkan inflasi nasional sebesar 0,23 persen. Angka tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang ada di masyarakat.

Menanggapi hal itu, Dosen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR), Rossanto Dwi Handoyo, SE., M. Si., Ph. D., memberikan pendapatnya. Menurutnya, angka inflasi 0,23 persen yang dikeluarkan oleh BPS dipicu siklus yang sedang berada dipuncak.

“Siklus inflasi nasional saat ini masih tergolong on the peak (puncak) dan masih tergolong aman untuk jual beli masyarakat,” ungkapnya saat ditemui Rabu (19/2/2020).

Rossanto mengungkapkan bahwa laju inflasi bulan januari berada dipuncak yang disebabkan oleh kenaikkan permintaan agregat baik di momen awal tahun baru maupun tahun baru cina. Kenaikkan harga pangan strategis seperti cabai dan bawang putih mengalami kenaikan 10 sampai 30 persen.

Ketersediaan barang pangan yang ada di masyarakat juga mengalami kendala. Hal itu dapat dilihat pada beberapa komoditas pertanian yang masih berada pada masa tanam. Faktor tersebut merupakan salah satu alasan penyebab harga cabai naik dan memengaruhi laju inflasi.

Ketergantungan impor barang juga masih menjadi kendala harga yang ada di masyarakat. Bawang putih yang diproduksi dari dalam negeri saat ini masih tergolong belum mampu mencukupi kebutuhan domestik, bahkan 90 persen kebutuhannya diimpor dari China apalagi ditambah adanya kasus Corona yg menghambat impor.

“Wabah Corona yang ramai pada bulan Januari menyebabkan impor bawang putih sedikit tersendat dan pembatasan supply juga memengaruhi harga di pasaran,” ujarnya.

Kendati demikian, Rossanto mengungkapkan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi kenaikan harga cukup baik. Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dalam beberapa hal sering melakukan intervensi dengan operasi pasar. Di sisi lain, pemerintah melakukan tindakan mengurangi penyebab inflasi dengan melakukan pengendalian asministered prices atau harga barang yang ditentukan oleh pemerintah seperti penurunan harga pertamax, pertalite, dan penyesuaian tarif tol mampu mengantisipasi naiknya harga barang pokok.

Tidak hanya itu, BI yang berperan sebagai bank sentral juga tetap memberlakukan suku bunga tetapnya diangka 5 persen. Tindakan tersebut juga dapat menjadi langkah antisipasi BI sebagai pemegang kebijakan moneter untuk mempertahankan rupiah tidak jatuh dan daya beli masyarakat tetap terjaga.

Rossanto juga menambahkan angka inflasi yang terjadi pada masa kepemimpinan Jokowi masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan era kepemimpinan sebelumnya. Batasan inflasi mencapai 3 hingga 4 persen pada era Jokowi juga menjadi acuan kerja para kabinet dalam mengembangkan perekonomian nasional.(*)

Penulis: Aditya Novrian

Editor: Khefti Al Mawalia