UNAIR NEWS – Menurut survei Asia For Animals Coalition, Indonesia merupakan negara peringkat pertama penghasil dan pengedar konten kekerasan hewan di media sosial. Namun, perlu diketahui pula bahwa tiap konten tersebut memiliki berbagai tujuan yang berbeda. Misalnya, ada yang untuk membuat viral agar kasus tersebut dilirik aparat.
Sekretaris Badan Perlindungan Hukum Perhimpunan PDHI drh Bilqisthi Ari Putra M Si menyebut penanganan dari pihak kepolisian cukup lambat. Karena itu, dorongan masyarakat melalui media sosial menjadi langkah untuk mempercepat penanganan.
“Mungkin dari jumlah 1.600an akun, banyak yang mengupload dengan tujuan agar permasalahan (kekerasan terhadap hewan, Red) ditangani pihak berwajib,” tuturnya dalam webinar Legislatife Class A pada Minggu (22/5/2022).
Dokter Bilqisthi mengungkapkan bahwa kasus kekerasan hewan tidak ditangani oleh PDHI. Sehingga pelimpahan dan penanganan kasus menjadi tanggung jawab pihak kepolisian.
“Badan Perlindungan Hukum Perhimpunan PDHI tidak mengurusi pelanggaran terhadap hewan, hanya mengakomodasi transaksi teraupetik,” katanya.
Muncul beberapa tuntutan mahasiswa atas maraknya kasus penyiksaan hewa. Tuntutan itu ditujukan agar penyelesaian kasus kekerasan hewan dapat ditangani secara cepat.
Revisi Undang Undang
Alumnus FKH UNAIR itu menyebut peranan Undang-Undang sebagai acuan dalam penentuan tuntutan penyidik. Karena itu, mahasiswa perlu mendorong perubahan Undang-Undang hukum pidana.
“Teman-teman mahasiswa harus dapat mendorong untuk perubahan RUU KUHP. Sudah sepatutnya di undang-undang yang menyangkut pada hewan terdapat ketentuan pidana,” ucapnya.
Pembentukan Satuan Teknis Penegakan Hukum KEMENTAN
Dengan tugas kepolisian yang semakin banyak, maka sudah saatnya Kementerian Pertanian membentuk badan penegakan hukum untuk mengurusi kasus kekerasan dan penyalahgunaan hewan. Hal tersebut bertujuan agar penanganan kasus dapat berjalan cepat dan sesuai pedoman kompetensi yang dibentuk kementerian.
“Kepolisian tidak mungkin menuntaskan kasus hewan saja, dan itu akan menguras tenaga mereka”, sebut Dokter Bilqisthi.
Pengawasan dan Pemberian Advokasi
Dari kaca mata etik, dokter hewan harus berperan aktif dalam campaign kesejahteraan hewan. Selain itu, terdapat kewajiban memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat terkait upaya kesejahteraan hewan.
“Dokter hewan perlu melakukan komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat. Tentunya mahasiswa juga dapat membantu melakukan hal tersebut,” ucapnya.
Diketahui, Webinar Legislative Class A diselenggarakan oleh Badan Legislatif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (UNAIR) secara daring melalui zoom meeting .
Penulis:azhar burhanuddin
Editor:Feri Fenoria