UNAIR NEWS – Literasi informasi digital yang cenderung masih rendah menimbulkan rentannya ruang digital bagi para perempuan. Tak sedikit perempuan yang terjerat dalam kasus disinformasi hingga penipuan digital.
Menyadari hal itu, dalam rangka memperingati International Women’s Day pada Rabu (8/3/2023) Center of Human Rights Law Studies (HRLS) Fakultas Hukum Universitas Airlangga menggelar webinar seri kelas literasi informasi yang bertajuk Menjadi Perempuan Digdaya di Dunia Maya.
Kelas itu dilaksanakan melalui Zoom meeting dengan menghadirkan tiga narasumber yaitu Satria Unggul W. perwakilan PUSAD Universitas Muhammadiyah Surabaya, Prakasa Catur Ratna Kulandari Editor Chief digitalMamalD, dan Hanaa Septiana perwakilan Aliansi Jurnalis Independen Surabaya.
Seri kelas itu merupakan aktualisasi kegelisahan keamanan digital. Yang mana, teknologi menjadi alat menyuarakan hak-hak perempuan namun juga menyuarakan keamanan perempuan ketika berada di dunia maya.
Sesi awal dimulai dengan materi pemantik diskusi dari setiap narasumber. Satria memulai dengan topik bahasan terkait perlindungan data privasi. Ia mengatakan bahwa hak hak privasi saat ini sangat rentan bagi pengguna digital platform, khususnya perempuan. Sejalan dengan Satria, Ratna melanjutkan materi terkait ruang digital yang masih belum ramah perempuan.
Perlunya Ruang Digital yang Aman
Ratna menyoroti bahwa masih banyak orang menganggap hal yang terkait digital bukan ranah perempuan. Sehingga, ketika perempuan berbicara di ruang media, seringkali tidak didengar bahkan diserang berbasis identitas gender. Untuk itu, Ratna menyadari bahwa ruang digital yang aman sangat diperlukan untuk perempuan.
“Ruang digital yang aman sangat diperlukan untuk perempuan agar dapat ikut andil berpendapat. Saya pikir usaha-usaha literasi digital perlu diluaskan untuk menciptakan ruang aman,” ungkap Ratna.
Dalam hal literasi digital, Hana yang merupakan Koordinator Bidang Gender dan Minoritas AJI membagikan fakta temuannya. “Perempuan termasuk ibu-ibu di rumah sebenarnya berdasarkan data termasuk kelompok yang peduli untuk melakukan check fakta. Hanya saja, akses untuk verifikasi informasi masih amat kurang,” ungkap Hana.
Perlunya Keberanian Bersuara
Dari materi pemantik tersebut, kegiatan dilanjutkan dengan sesi diskusi. Salah satu peserta bertanya mengenai apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi misinformasi di masyarakat awam saat mereka belum siap menghadapi banyaknya informasi di tahun pemilu yang akan datang.
Ratna menanggapi pertanyaan tersebut dengan mengatakan bahwa satiap orang perlu berani bersuara meluruskan informasi di dunia maya.
“Kita perlu menjadi orang yang berani untuk bersuara jika suatu hal itu salah ataupun benar. Saya rasa orang-orang seperti ini perlu ada di setiap grup. Jangan biarkan yang nyebar hoaks lebih nyaring dari pada yang menyebarkan kebenaran,” ungkap Ratna.
Selain Ratna, Hana juga turut memberikan jawaban. Ia mengatakan perlunya kebiasaan memeriksa sumber pada setiap individu termasuk para perempuan. “Kita perempuan sebenernya juga bisa memberikan edukasi terkait perlunya literasi informasi,” ungkap Hana mengakhiri diskusi. (*)
Penulis: Shafa Aulia R
Editor: Binti Q. Masruroh