UNAIR NEWS – Universitas Airlangga (UNAIR) melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Pemanfaatan Beras Fortifikasi sebagai Salah Satu Strategi Intervensi Spesifik dalam Penanganan Stunting”, Sabtu (24/5/2025), di Ruang Dewaruci, Airlangga Convention Center Lantai 2, Kampus MERR-C UNAIR.
Ketua LPPM UNAIR, Prof Dr Gadis Meinar Sari dr M Kes, dalam sambutannya menyampaikan pentingnya pemanfaatan beras fortifikasi sebagai strategi spesifik dalam penanganan stunting yang berdampak jangka panjang pada produktivitas generasi bangsa. “Beras sebagai makanan pokok memiliki potensi besar untuk intervensi gizi. Diharapkan, hasil FGD ini dapat menjadi masukan konkret bagi kebijakan pemerintah,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua PWI Jatim, Lutfil Hakim, menyambut baik keterlibatan insan pers dalam diskusi. “Pers juga memiliki kepedulian dalam isu pangan. Kita berharap bangsa ini mandiri bukan hanya secara pangan, tapi juga dalam strategi keberlanjutan gizi,” tuturnya.
Potensi Fortifikasi dan Tantangan Implementasi
Dalam sesi materi, Prof Dr Annis Catur Adi Ir M Si menyebut bahwa fortifikasi pangan, khususnya beras, telah diadopsi di lebih dari 40 negara.
“Teknologi fortifikasi seperti blending, coating, dan extrusion telah terbukti efektif meningkatkan kadar zat gizi mikro. Di Indonesia, ini menjadi peluang strategis,” jelasnya.
Evelyn Djuwidja dari Millers for Nutrition menyampaikan, 1 dari 2 balita Indonesia mengalami kekurangan zat gizi mikro. Fortifikasi beras kini sudah masuk dalam RPJMN 2025–2029 dan perlu ada regulasi serta insentif bagi produsen.
Namun, sejumlah tantangan juga mengemuka. Mulai dari tingginya biaya produksi, keterbatasan produsen, hingga penerimaan konsumen akibat perbedaan karakteristik beras fortifikasi.
Sinergi Lintas Sektor untuk Generasi Sehat
Diskusi juga menghadirkan dr Karina Widowati MPH perwakilan UNICEF; Hizkia Respatiadi dari World Food Programme; Muhammad Baidlowi Mahbub dari Nutrition International, para akademisi, hingga Rudy Hartano, praktisi pengolahan padi Perpadi Jawa Timur.
Prof. Dr. Sri Sumarni menekankan bahwa penurunan prevalensi stunting butuh pendekatan kolaboratif. “Food fortification adalah silent intervention, namun memiliki dampak signifikan,” tegasnya.
FGD menghasilkan enam rekomendasi strategis, termasuk percepatan regulasi standar mutu gizi dan SNI, upaya peningkatan biaya produksi FRK, kolaborasi multi aktor, dukungan insentif, kajian efikasi dan efektivitas, hingga kampanye publik. Selain itu hasil FGD ini mengharapkan semua pihak berkontribusi sesuai perannya agar beras fortifikasi dapat menjadi garda terdepan dalam memerangi stunting, terutama di Provinsi Jawa Timur.
Penulis : Panca Ezza Aisal Saputra
Editor: Ragil Kukuh Imanto