UNAIR NEWS – Lembaga Penyakit Tropis (LPT) Universitas Airlangga (UNAIR) sukses menggelar program pengabdian masyarakat (pengmas). Pengmas bertajuk Application of Mobile sensing in Kader Surabaya Hebat (KSH) to Suppress Dengue fever Case in Surabaya itu berlangsung pada Sabtu (21/10/202) di Gedung LPT Kampus MERR-C UNAIR.
Pengmas tersebut merupakan program hibah pendanaan dari World University Association for Community Development (WUACD). Tidak sendiri, LPT UNAIR menggandeng sejumlah pihak. Antara lain Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, University of Malaya, serta Politeknik Negeri Jember.
Fokus dalam pengmas ini memberikan penyuluhan dan pelatihan untuk para Kader Surabaya Hebat (KSH) dan puskesmas di seluruh Surabaya. Tujuannya adalah untuk menurunkan angka demam berdarah (DBD) di Surabaya. Selain itu, pengmas ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan KSH dalam memberantas vektor penyebab DBD.
Latar Belakang
Dr Budi Utomo dr MKes selaku ketua pengmas membuka langsung acara. Dalam sambutannya, ia mengatakan bahwa kasus demam berdarah (DBD) kerap kali terabaikan. Saat pandemi misalnya, kasus DBD menjadi terabaikan lantaran penanganan terfokus pada pandemi Covid-19. Kondisi tersebut melatarbelakangi terselenggaranya kegiatan ini.
“Saat pandemi kasus-kasus DBD terabaikan karena fokusnya pada penanganan pandemi. Akibatnya penatalaksanaan permasalahan jentik tidak optimal. Sehingga hal ini mendasari pemikiran kita untuk melakukan pengmas ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, dr Budi juga membeberkan hasil riset yang ia dan tim lakukan. Hasil riset itu berupa data vektor penyebab DBD dan kendala penanganan. Ia menyebut bahwa salah satu kendala utama adalah keengganan warga untuk ikut serta dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
“Salah satu kendala penanganan ini adalah tidak sedikit warga yang tidak mau rumahnya dilakukan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Kendala lain berkaitan dengan intervensi sampling serta edukasi terkait kebersihan penampungan air,” ujarnya.
Selanjutnya, peserta mendapatkan materi dari para ahli yang antara lain adalah Dr Zubaidah (University of Malaya), Dr Budi Utomo dr Mkes (UNAIR), Prof Dr Sri Subekti, drh DEA (UNAIR), dan Dia Bitari Mei Yuana, SST, MTr Kom.
Tak hanya mendapatkan materi, sebanyak 114 KSH yang hadir juga mengikuti praktik langsung. Praktik tersebut meliputi praktik pengambilan sampel telur dan pengenalan siklus hidup nyamuk.
Kerja Sama
Kasus DBD di Indonesia khususnya di Surabaya sudah seharusnya terus mendapatkan perhatian lebih. Pasalnya, penanganan masalah ini tidaklah mudah dan membutuhkan waktu yang lama. Untuk itu, perlu adanya kerja sama dari berbagai pemangku kebijakan.
Hal itulah yang disampaikan oleh dr Budi. Menurutnya, dalam menangani DBD ini, Dinkes Surabaya tidak dapat berjalan sendiri. Oleh karena itu, perlu adanya partisipasi aktif dari masyarakat, termasuk melalui KSH. Untuk diketahui, KSH sendiri merupakan perpanjangan tangan dari dinas kesehatan untuk menjangkau masyarakat.
“Dinkes tidak bisa berdiri sendiri tetapi juga harus ada partisipasi dari masyarakat. Harapannya kami ingin meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sehingga DBD sudah tidak menjadi masalah lagi,” tegasnya.
Penulis: Yulia Rohmawati
Editor: Binti Q. Masruroh