UNAIR NEWS – Upaya penanggulangan penyakit Tuberkulosis (TB) perlu kolaborasi dari semua sektor termasuk sektor industri. Hal tersebut disampaikan oleh Finanta Gaffar Rifa’i S KM, alumni Universitas Airlangga yang saat ini menjabat sebagai Health Safety Security and Environment (HSSE) Manager di PT Pelindo Energi Logistik Surabaya.
Finanta, menjadi salah satu narasumber dalam kegiatan seminar Workplace Safety, Community Health: Two Worlds, One Goal yang dilaksanakan oleh APHSA BEM FKM UNAIR. Kegiatan yang terbuka untuk umum itu dilaksanakan pada Minggu (18/5/2025) di Aula Soemarto FKM UNAIR.
Finanta Gaffar Rifa’i S KM menyebutkan bahwa tujuan utama penanggulangan TB di tempat kerja adalah untuk mendukung eliminasi tuberkulosis nasional pada tahun 2035 dan menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja. Upaya menanggulangi TB di tempat kerja juga menjadi salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh pengusaha atau pengurus seperti tercantum dalam Permenaker Nomor 13 Tahun 2022. Ia juga mengatakan bahwa penyakit TB yang tidak ditanggulangi akan membawa dampak merugikan.
“Absen karena sakit TB dapat menyebabkan penurunan produktivitas dan kinerja perusahaan,” ucapnya.
Jurusan kesehatan masyarakat memiliki banyak peminatan seperti Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK), Promosi kesehatan dan Ilmu Perilaku (PKIP), dan masih banyak lainnya. Menurut Finanta, mahasiswa kesehatan masyarakat mempelajari banyak hal yang kelak semuanya akan berguna di tempat kerja, apapun peminatannya. Salah satunya akan berguna dalam hal upaya penanggulangan TB di tempat kerja.
“Semua ilmu peminatan akan dipakai di dunia kerja. Ketika kerja saya baru merasakan bahwa ilmu kesehatan masyarakat bisa diaplikasikan dan bermanfaat di dunia kerja,” tegasnya.
Peran Lulusan Kesmas di Tempat Kerja
Finanta menjelaskan bahwa lulusan kesehatan masyarakat (kesmas) di tempat kerja harus mampu membuat program kesehatan. Menurutnya, program kesehatan tersebut yang menjadi bentuk nyata komitmen perusahaan dalam penanggulangan penyakit TB.
“Kita harus memasukkan program Medical Check Up (MCU) rutin untuk skrining penyakit akibat kerja salah satunya TB. Kemudian mengorganisir kegiatan peningkatan daya tahan tubuh seperti mengadakan senam setiap hari jumat atau mengatur gizi kerja jika di tempat kerja ada catering atau kantin,” jelasnya.
Setelah menyusun kebijakan atau program, Finanta menyebut jika lulusan kesmas juga harus mampu melakukan sosialisasi terkait hal tersebut. Sosialisasi penanggulangan TB tersebut harus dilakukan secara menyeluruh ke semua pegawai, tamu, maupun kontraktor di tempat kerja.
“Kita bisa melakukan seminar atau health talk, membuat infografis atau video kreatif yang bisa ditempel di mading perusahaan atau diunggah di sosial media,” tuturnya.
Lulusan kesmas, sambungnya, juga harus mampu melakukan asesmen atau penilaian kesehatan kerja. Melalui asesmen tersebut dapat diketahui apabila terdapat potensi penularan TB di tempat kerja sehingga perusahaan dapat lebih sigap dalam menanganinya.
“Sarjana kesehatan masyarakat harus bisa melakukan health risk assessment agar tahu jika ada potensi penularan TB di tempat kerja kita,” ucap Finanta.
Tidak hanya itu, Finanta juga menuturkan bahwa sarjana kesehatan masyarakat harus mampu melakukan pemantauan dan pengukuran kualitas lingkungan kerja. “Kita harus bisa mengukur apakah sirkulasi udara di tempat kerja sudah sesuai dengan standar atau ada pencemaran,” ungkapnya. Hal itu karena sirkulasi udara yang buruk dapat meningkatkan risiko penularan penyakit TB melalui udara yang dihirup.
“Kemudian, penyediaan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) terutama masker untuk mencegah penularan TB melalui udara,” tambahnya.
Penulis: Septy Dwi Bahari Putri
Editor: Khefti Al Mawalia