UNAIR NEWS – Seiring dengan prinsip investasi dalam keuangan Islam yang bersinergi dengan konsep ramah lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. green sukuk hadir sebagai instrumen pembiayaan Islam yang berbasis pembangunan berkelanjutan. Hal itu menjadi potensial dan penting di Indonesia untuk menyokong pembangunan ekonomi yang selaras dengan upaya pelestarian lingkungan.
Divisi Keilmuan HIMA Ekonomi Islam UNAIR pada Minggu (16//10/22) mengadakan webinar dialektika dan mengangkat isu Potensi Alokasi Green Sukuk pada Proyek Green Infrastructure. Mendukung dan mensosialisasikan green sukuk pada kajian ekonomi Islam yang lebih luas, Direktur Pembiayaan Syariah DJJPR Dwi Irianti Hadiningdyah SH MA sebagai pembicara pada acara dialektika tersebut.
“Acara kajian ilmiah seperti ini sangat penting bagi mahasiswa, terutama dari intitusi lembaga yang relevan. Tentunya untuk melihat progres pemerintah khususnya dan melihat pengembangan green sukuk menjadi perhatian bersama,” tutur Bayu Arie Fianto SE MBA PhD Ketua Program Studi Ekonomi Islam UNAIR.
Sukuk sendiri sebetulnya adalah surat berharga syariah. Fungsi dari sukuk dari sisi penerbit yaitu sebagai sumber mencari pendanaan. Lalu dari sisi investor sebagai instrumen investasi. Sukuk termasuk dalam instrumen syariah. Namun, keberadaan sukuk menjadi instrumen universal, artinya siapapun bisa menerbitkan dan siapapun boleh membeli investasi sukuk tersebut.
Seperti negara minoritas agama muslim, contohnya negara bagian Jerman yaitu Saxony-Anhalt sudah menerbitkan sukuk lebih awal pada 2004 ketimbang Indonesia di tahun 2008. Selain itu, disusul negara Timur Tengah, Malaysia, Hongkong, dan UK. Itulah yang menunjukkan sukuk intrumen yang universal.
Hingga tahun ini 2022, Indonesia sudah menerbitkan 2.133 triliun sukuk. Dari penerbitan tersebut bisa dibayangkan tujuan pemerintah menerbitkan sukuk selain untuk pembiayaan defisit APBN.
Jika berbicara terkait perubahan iklik, Indonesia tidak hanya berhenti di green sukuk, tapi juga menerbitkan green retail sukuk. Indonesia sudah ada perkembangan inovasi yang lebih baik. Indonesia berhasil menjadi benchmark bagi negara negara lain untuk menerbitkan sukuk, karena sudah melewati project sukuk retail yang sukses.
Instrumen sukuk memiliki struktur akad di dalamnya. Jika akadnya ijarah, maka untuk imbal hasil bukan lagi bagi hasil dan pendapatanya tetap. Berbeda dengan akad mudhrabah, yang tetap adalah bagi hasilnya dan imbalanya berbeda setiap waktunya.
Dwi Irianti yang juga pernah menjabat Ex Offcio Direktur Utama Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia menyebut, green infrastructure dan green sukuk sebenarnya project yang mengapilikasikan infrastruktur ramah lingkungan dan sukuk sebagai sumber pendanaannya. Untuk penerbitan green sukuk membutuhkan effort yang kuat, harus membutuhkan komitmen yang tinggi serta memilih mitra kerja yang berpengalaman dan kompeten.
“Nah, di sini peran sebagai mahasiswa harus berani mencoba menyisihkan sedikit uang untuk berinvestasi, bangga menjadi investor dengan membeli sukuk retail maupun green sukuk retail,” pungkas Dwi Irianti. (*)
Penulis: Mutiara Rachmi Karenina
Editor: Binti Q. Masruroh