n

Universitas Airlangga Official Website

Mahasiswa UNAIR Kembangkan Program Penyadap Sinyal Otak

UNAIR NEWS – Komunikasi merupakan salah satu kebutuhan penting manusia yang dibutuhkan dalam menjalani kegiatan sehari-hari. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat terlepas dari kebutuhan berkomunikasi dengan lingkungannya, dan tentunya komunikasi memerlukan aktifitas bicara. Jika organ yang berfungsi untuk berbicara terganggu,maka akan berakibat pada sulitnya berkomunikasi.

Salah satu contohnya adalah penderita Aphasia. Aphasia merupakan penyakit yang dapat menyebabkan penderitanya mengalami gangguan motorik, terutama berbicara. Kesulitan berbicara akan mengakibatkan penderita susah mengutarakan apa yang ia inginkan. Situasi ini menyebabkan penderita mengalami tekanan dari lingkungannya. Tekanan tersebut dapat membuat penderita stress dan akhirnya memperparah penyakitnya.

Hal inilah yang kemudian mendorong empat mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UNAIR untuk membuat sebuah program dengan judul “Aplikasi Brain Computer Interface (BCI) menggunakan Elektro Ensephalo Graf (EEG) Pada Aktifitas Unspoken-Speech Sebagai Alat Bantu Komunikasi Penderita Aphasia”. Keempat mahasiswa tersebut yaitu Zahwa Arsy, Hafizh Fadhlul, Sita Ari, dan Puspita Sari, serta didampingi oleh Endah Purwanti, S.Si., M.T, selaku dosen pembimbing.

Pada dasarnya, Zahwa dan timnya membangun sebuah sistem komunikasi yang menghubungkan otak atau sistem saraf pusat manusia dengan perangkat komputer secara langsung, sehingga BCI memungkinkan terjadinya aktivitas bicara yang tidak menghasilkan suara sama sekali, yang biasanya disebut sebagai unspoken-speech. Sehingga, penderita Aphasia dapat berkomunikasi tanpa harus menggunakan saraf motoriknya, melainkan hanya memanfaatkan sinyal otaknya.

Proses kerjanya, sinyal otak akan memberikan respon yang berbeda tiap kali seseorang hendak mengatakan sesuatu. Artinya, ketika seseorang tersebut hendak mengatakan sesuatu, sinyal otak akan disadap.

“Penyadapan sinyal otak tersebut menggunakan sebuah alat, yaitu Elektro Ensephalo Graf (EEG,red),” jelas Zahwa selaku ketua kelompok.

Dikarenakan penderita Aphasia di Indonesia termasuk dalam kategori sangat sedikit, kelompok PKM Karsa Cipta tersebut menggunakan naracoba orang normal dalam pengambilan data sinyal otak. Sementara waktu, kata yang dipilih untuk diklasifikasikan dalam proses uji coba oleh kelompok tersebut adalah kata “Sakit” dan “Tolong”. Pemilihan kata tersebut dalam proses coba karena dianggap sering digunakan oleh manusia dalam pembicaraan sehari-hari.

“Sebelum sinyal otak naracoba disadap, naracoba kita arahkan dulu agar berada dalam posisi yang nyaman, karena kondisi naracoba juga berpengaruh pada sinyal otak yang dihasilkan,” terang Zahra.

“Setelah didapatkan, hasil sinyal otak akan kita olah sedemikian rupa menggunakan program yang telah kita kembangkan, sehingga dapat menampilkan apa yang ingin dikatakan oleh naracoba,” imbuhnya mengakhiri. (*)

Editor : Dilan Salsabila