UNAIR NEWS – Setelah sukses meluncurkan program promosi wisata melalui media online sebelumnya, mahasiswa Program Studi Di Luar Kampus Utama (PSDKU) Universitas Airlangga di Banyuwangi melanjutkan langkah membantu warga. Terutama dalam rangka menyambung kembali lumbung pangan di ujung Selatan Banyuwangi. Yakni, di Desa Kedungasari, Kecamatan Tegaldelimo, Kabupaten Banyuwangi, melalui sosialisasi daya guna sawah tadah hujan pada Kamis (16/8).
Ketua Kelompok KKN Tegaldelimo UNAIR Ifan Haidar Ali mengungkapkan, timnya sempat berkunjung ke lahan petani pada Kamis (12/7). Kunjungan tersebut bertujuan melihat potensi pertanian di Desa Kedungasri. Atas pengalian informasi tersebut, tim melakukan kunjungan kembali pada Kamis (16/8) untuk melakukan sosialisasi.
”Kami sempat melakukan wawancara kepada sekelompok petani kedelai yang saat itu tengah beristirahat di lahan pertanian mereka. Kami menanyakan jenis tanaman apa saja yang dapat dibudidaya di sana. Utamanya selain kedelai. Termasuk masalah yang sering mereka hadapi ketika musim tanam,” ungkap Ifan.
Sejumlah petani tampak melakukan aktivitas mereka di lahan pertanian Dusun Persen, Desa Kedungasri. Setelah musim panen padi usai, kini saatnya mereka melakukan penanaman kedelai.
Sementara itu, Kepala Desa Kedungsari Sunaryo menyatakan bahwa hasil pertanian menjadi komoditas utama desanya. Karena itu, sangat tidak mengherankan bila Desa Kedungasri memiliki lahan pertanian yang sangat luas. Mayoritas masyarakat di desa itu, lanjut dia, bekerja sebagai petani.
”Iya mbak, di sini banyak yang kerja sebagai petani,” ujar Hariyadi, salah seorang petani, ketika diwawancarai.
Meski hasil panen yang didapat tergolong melimpah dan bagus, para petani Desa Kedungasri ternyata banyak mengeluhkan masalah irigasi. Irigasi yang seharusnya tersedia untuk mengairi pertanian tidak mudah didapatkan begitu saja.
Desa Kedungasri tidak memiliki sumber air yang cukup untuk mengairi pertanian mereka. jadi, mereka mengambil sumber air dari daerah lain seperti Kalibaru. Air itu kemudian akan digunakan secara bergantian oleh para petani. Dimulai dari lahan yang paling depan, kemudian dialirkan hingga ke lahan pertanian yang paling belakang.
”Ya, kendalanya air itu Mbak. Ini air yang udah dipakai nggak di buang, tapi dialirkan ke belakang sana Mbak. Jadi, ini pada nunggu giliran untuk pakai airnya,” lanjut Hariyadi.
Selama ini bantuan dari desa untuk bidang pertanian sudah banyak. Misalnya, penyuluhan-penyuluhan terkait pertanian, pupuk, dan benih. Namun, Desa Kedungasri belum bisa membuat waduk sendiri untuk mengairi pertanian di sana.
”Ya, harapan saya, di dekat sini dibangun waduk Mbak. Jadi, sumber airnya nggak terlalu jauh dan cepat sampai ke sini,” harap Hariyadi ketika diwawancarai.
Mendengar keluhan tersebut, mahasiswa bekerja sama dengan pihak desa memberikan sosialisasi mengenai tata cara pengolahan sawah tadah hujan. Termasuk memberikan rekomendasi beberapa jenis tanaman yang lebih tahan lama dengan kondisi kering.
Misalnya, kacang tunggak, kacang hijau, serta tanaman Jewawut. Banyak biji Jewawut yang diteliti karena memiliki kandungan gizi lebih tinggi jika dibandingkan dengan beras. Ketahanannya terhadap kemarau juga cukup tinggi.
”Masyarakat cukup antusias. Beberapa tanaman sudah mereka kenal, tapi belum pernah mencoba untuk menanamnya di sawah,” ujar Ifan.
”Dalam kegiatan sosialisasi ini, kami menyelipkan beberapa materi tentang pengembangan wisata. Kami juga mengundang beberapa perwakilan pokdarwis di sana. Usai sosialisasi ini, diharapkan warga bisa menerapkan ilmu yang telah didapat. Baik segi pertanian maupun pengembangan wisata,” tambahnya. (*)
Penulis: Siti Mufaidah
Editor: Feri Fenoria Rifa’i