Universitas Airlangga Official Website

Mahasiswi FISIP Sabet Best Favorit Puteri Pemberdayaan Jatim

Ariane Nur Arifin, raih predikat Best Favorite Puteri Pemberdayaan Perempuan Jawa Timur 2024 (Foto: Dokumentasi Istimewa).

UNAIR NEWS: Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR) kembali menorehkan prestasi luar biasa. Kali ini prestasi datang dari Ariane Nur Arifin  yang berhasil meraih predikat best favorite dalam ajang Puteri Pemberdayaan Perempuan Jatim 2024.

PT Simpor Group Pageant, selaku penyelenggara kegiatan, menggelar ajang Puteri Pemberdayaan Perempuan Jatim 2024 sebagai panggung bagi perempuan Jawa Timur untuk mengekspresikan gagasan tentang pemberdayaan perempuan. 

Ariane bercerita bahwa sebelum mengikuti kompetisi, ia telah mempersiapkan diri sejak tahun lalu. Dalam perjalanannya, Ariane menuturkan bahwa keterlibatannya dalam ajang ini merupakan bagian dari komitmennya terhadap isu pemberdayaan perempuan.

“Sejak tahun lalu, saya sudah ingin mengikuti ajang ini karena terinspirasi oleh teman yang lebih dahulu berpartisipasi. Saya mengikuti ajang ini karena tertarik dengan isu pemberdayaan perempuan. Dimana, topik ini sering dipelajari dalam program studi saya,” ujar Ariane kepada Tim UNAIR NEWS.

Berbagai tahapan seleksi harus Ariane lalui selama masa kompetisi. Pada babak penyisihan, Ia menghadapi tes tulis yang cukup sulit. Setelah lolos, ia akan bertanding di babak semifinal yang berlangsung di BG Junction Surabaya. Pada tahap ini, Ariane harus melewati wawancara terkait advokasi, organisasi, serta catwalk yang menjadi bagian dari seleksi pageant. 

“Selama karantina, kami dibekali dengan materi tentang advokasi, public speaking, serta personal branding. Ini sangat membantu saya dalam memahami bagaimana memberdayakan diri sendiri dan perempuan lain,” jelasnya. 

Selama proses seleksi Ariane mengaku terkesan dengan suasana kompetisi yang penuh dukungan dari sesama peserta. Ia turut merasakan atmosfer suportif dari para perempuan yang berkontestasi. 

“Saya bertemu dengan perempuan-perempuan hebat disini. Tidak ada persaingan sengit, melainkan suasana yang penuh kebersamaan. Ini membuktikan bahwa perempuan, meskipun masih sering dimarginalkan, mampu dan berdaya,” ujarnya.

Setelah lolos ke babak semifinal, Ariane melanjutkan ke tahap karantina pada bulan Agustus. Ariane kemudian berkesempatan untuk mempresentasikan advokasinya yang bertajuk “Gempar” (Gerakan Membangun Sesama Perempuan) saat babak grand final. 

“Advokasi ini merupakan sebuah inisiatif yang bertujuan memperkuat jiwa dan semangat perempuan melalui diskusi komunitas dan webinar. Saya ingin perempuan bisa berkumpul, berbagi pengalaman, dan saling memperkuat psikis mereka. Langkah kecil ini mungkin belum besar, tapi harapannya bisa memberikan dampak yang berarti,” ujar Ariane.

Menurut Ariane, isu pemberdayaan perempuan masih sangat relevan di tengah masyarakat yang patriarkal. Ia juga menyoroti sejumlah permasalahan serius, seperti kekerasan seksual, seksisme, dan kekerasan berbasis gender online yang masih menghantui banyak perempuan.

“Meskipun saat ini perempuan telah menunjukkan peningkatan partisipasi di berbagai sektor, namun mereka masih sering dianggap tidak setara dengan laki-laki. Stigma di tempat kerja, seperti anggapan bahwa perempuan tidak bisa menjadi pemimpin, masih kerap terjadi,” kata Ariane. 

Bagi Ariane, ajang ini bukan sekadar kompetisi, melainkan wadah untuk belajar dan bersuara. Ariane menyadari bahwa perubahan besar tidak dapat tercapai dalam semalam, tetapi melalui langkah-langkah kecil dari waktu ke waktu. 

“Dengan gelar yang saya peroleh, saya berencana mengikuti berbagai kegiatan volunteer yang fokus pada pemberdayaan perempuan, serta melaksanakan advokasi yang saya ajukan saat lomba,” ungkapnya.

Ke depan, Ariane berharap bisa terus mendorong pemberdayaan perempuan. Lebih lanjut, ia berharap perempuan di Jawa Timur, khususnya generasi muda, dapat bersatu dan membangun kesejahteraan bersama.

“Sejahtera dan berdaya bukan berarti menggantikan opresi dari perempuan kepada laki-laki, tetapi menghilangkan opresi dari semua sisi. Perempuan dan laki-laki harus bisa bekerja sama untuk menciptakan kesejahteraan,” pungkasnya.

Penulis: Aidatul Fitriyah

Editor: Edwin Fatahuddin