Universitas Airlangga Official Website

Masyarakat Sipil Akan Terlibat Militer, Para Ahli Sampaikan Keberatan

Kegiatan Forum Group Discussion oleh HRLS FH UNAIR (foto: dokumen pribadi)

UNAIR NEWS – Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (UU PSDN) menyisakan berbagai permasalahan. Karena itu, perlu ada diskusi dari para ahli. 

Sebagaimana yang telah digelar oleh Center of Human Rights Law Studies (HRLS) Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (UNAIR). Guna mengupas tuntas permasalahan tersebut, FH UNAIR menggelar Forum Group Discussion pada Jumat (22/4/2022) di Ruang PBL Gedung FH UNAIR.

Mengusung tajuk Telaah Kritisi atas UU No 23/2019 tentang PSDN dalam Perspektif Politik, Hukum, dan Keamanan: Jelang Putusan Mahkamah Konstitusi, menghadirkan pembicara dari berbagai latar belakang. Pembicara yang hadir, yakni Ketua CENTRA Intiative-Dr Al Araf SH MH, Dosen FH UNAIR-Haidar Adam SH LLM; Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya-Abdul Wachib Habibullah SH MH; Wakil Direktur Imparsial-Ardi Manto Adiputra SH MH; dan Dosen Prodi Hubungan Internasional UNAIR-Joko Susanto SIP MSc. Sementara peserta yang hadir terdiri atas akademisi, tokoh masyarakat, dan mahasiswa.

Secara garis besar, UU PSDN menitikberatkan pada akan terlibatnya masyarakat sipil pada kegiatan militer. Mereka kemudian disebut dengan istilah Komponen Cadangan (Komcad). Pembuatan undang-undang tersebut berdasar pada peribahasa civis pacem parra bellum atau ‘jika ingin damai, maka harus siap untuk berperang.’ 

Pembentukan Komcad juga terbilang mengkhawatirkan. Komcad dapat menjadi sarana melegalnya para milisi untuk kepentingan menghadapi kelompok masyarakat di negara sendiri. 

Lebih dari itu pembentukan Komcad terbilang dipaksakan. Karena itu, ada kecenderungan memanfaatkan untuk kepentingan politik praktis ketimbang kepentingan pertahanan.

Bersama moderator yang sekaligus adalah Direktur HRLS FH UNAIR Franky Butar Butar SH M Dev Prac LLM, pembicara memaparkan aspirasinya masing-masing. Seperti Abdul Wachib Habibullah SH MH. Menurutnya, pembahasan UU PSDN di DPR terbilang sangat singkat.

“Dua bulan adalah waktu yang sangat sebentar untuk membahas sebuah undang-undang. Sedangkan dalam pembentukan undang-undang, perlu adanya kecermatan pada setiap pasalnya,” tuturnya. 

Sejalan dengan penyampaian Abdul, Haidar Adam SH LLM juga menyampaikan bahwa UU PSDN masih sepi dari pengamatan. “Dalam perumusannya UU PSDN masih terdapat kekurangcermatan dari perancang. Terutama yang berkaitan dengan UU lainnya,” ujarnya.

Pembahasan undang-undang tersebut juga terkesan dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Menanggapi hal itu, Ardi Manto Adiputra SH MH mengatakan bahwa UU PSDN memiliki sesuatu ‘yang lain.’

“Hal yang dibahas secara sembunyi-sembunyi pasti ada sesuatunya. Setelah mendapatkan nomor dalam undang-undang, maka tampak permasalahan substansialnya. Undang-undang tersebut berbahaya bagi demokrasi dan penegakan HAM di masa yang akan datang,” bebernya. 

Penulis: Fauzia Gadis Widyanti

Editor: Feri Fenoria