Universitas Airlangga Official Website

Mekanisme Fitoremediasi dalam Pengolahan Air Limbah dan Tantangan dalam Penerapannya

Foto by Rakyat Merdeka

Pengolahan air limbah konvensional bukanlah metode yang sepenuhnya efektif untuk menghilangkan kontaminan air. Jejak konsentrasi kontaminan beracun masih dapat ditemukan dalam limbah air limbah. Oleh karena itu, diperlukan teknologi alternatif untuk menurunkan konsentrasi kontaminan ke tingkat yang aman. Berbagai jenis teknologi pengolahan air limbah diperkenalkan. Namun, sebagian besar teknologi ini dianggap memiliki kebutuhan energi yang tinggi, emisi karbon yang tinggi, pembuangan lumpur yang berlebihan, dan biaya perawatan yang tinggi. Pengelolaan ekosistem perairan yang berkelanjutan membutuhkan metode remediasi yang ramah lingkungan dan berbiaya rendah. Tanaman air memiliki potensi untuk menghilangkan polutan anorganik dan organik. Fitoremediasi didefinisikan sebagai bioremediasi yang memanfaatkan tanaman untuk remediasi air limbah dan memanfaatkan atap tanaman untuk menyerap nutrisi dalam air limbah. Spesies tumbuhan tertentu bahkan memiliki kemampuan mengakumulasi polutan tertentu. Fitoremediasi telah terbukti lebih efisien, hemat biaya dan lebih ramah lingkungan daripada pengobatan konvensional.

Terdapat tanaman yang memiliki kemampuan fitoremediasi tinggi seperti Brassica juncea, Arundo donax L. Miscanthus sp., Typha latifolia, dan Thelypteris palustris untuk penyisihan logam berat seperti Zn dan Cu, dengan menggunakan mekanisme bioakumulasi. Salvinia molesta dan Pistia stratiotes juga telah banyak digunakan untuk pengolahan air limbah pertanian, domestik dan industri. Jenis tanaman tidak hanya menjadi faktor utama keberhasilan proses fitoremediasi, peran mikroorganisme berasosiasi rizosfer juga penting. Mikroorganisme membantu meningkatkan proses fitoremediasi melalui biosorpsi dan bioaugmentasi. Organisme seperti Acidovorax, Alcaligenes, Bacillus 95 mycobacterium, Paenibacillus, Pseudomonas, dan Rhodococcus telah dilaporkan dapat meningkatkan proses fitoremediasi.

Namun, fitoremediasi air tercemar di reaktor tipe lahan basah sebagian besar telah dipelajari sebagai kotak hitam. Metode untuk mengukur kinerja hanya didasarkan pada efisiensi penyisihan polutan dan informasi yang tersedia tentang mekanisme penyisihan polutan dan dinamika proses dalam sistem ini sangat terbatas. Bab ini mengulas secara singkat proses dasar fitoremediasi, mekanisme dan parameternya, serta interaksinya antara rhizo-remediasi dan tanaman mikroba.

Ada 4 interaksi utama di rizosfer yang terjadi selama fitoremediasi polutan dari air limbah: fitostimulasi, rhizofiltrasi, rhizodegradasi, dan fitostabilisasi. Fitostimulasi adalah proses di mana tanaman melepaskan eksudatnya di rizosfer. Eksudat yang keluar di dekat daerah perakaran memberikan lingkungan yang baik bagi rizobakteri untuk tumbuh secara optimal. Pelepasan eksudat merangsang pertumbuhan rizobakteri yang melakukan interaksi simbiosis. Fitostimulasi tidak dapat dipisahkan dari rhizodegradasi. Rhizodegradation adalah mekanisme dimana rhizobakteri melakukan degradasi polutan di rizosfer. Semakin baik pertumbuhan rizobakteri, semakin banyak degradasi polutan yang diperoleh. Rhizodegradasi sebagian besar terjadi selama pengolahan air limbah yang kaya bahan organik.

Untuk air limbah yang mengandung logam berat, rhizobakteri dapat bertindak sebagai agen stabilisasi yang mengubah keadaan ion logam menjadi keadaan stabil. Rhizobakteri juga dapat melakukan bioakumulasi, yang kemudian mengarah pada stabilisasi logam berat di dalam sel. Selain rhizobakteri mengolah logam berat, eksudat tanaman mengandung senyawa kompleks yang dapat meningkatkan kelarutan logam (untuk diolah lebih lanjut oleh rhizobakteri) atau berikatan langsung dengan logam berat untuk menghasilkan eksudat logam kompleks yang kemudian distabilkan di rizosfer (fitostabilisasi). Akar tanaman juga melakukan pengolahan air limbah secara fisik dengan melakukan penyaringan terhadap senyawa-senyawa curah pada akarnya. Mekanisme ini banyak terjadi pada pengolahan polutan menggunakan jenis akar serabut. Setelah melakukan beberapa mekanisme di rizosfer, tanaman kemudian melakukan phytoextraction yaitu menyerap polutan melalui mekanisme transfer untuk biokonsentrasi ke dalam selnya. Ekstraksi fito dapat terjadi secara langsung terhadap polutan maupun senyawa antara (setelah didegradasi oleh rizobakteri). Tidak ada mekanisme perbedaan yang signifikan antara pengolahan air limbah menggunakan lahan basah buatan sub-permukaan atau permukaan bebas. Perbedaan utama adalah spesies yang digunakan dan media terkontaminasi yang perlu dirawat.

Fitoremediasi membutuhkan kondisi tertentu agar dapat bekerja dengan baik, antara lain kebutuhan sinar matahari, nutrisi spesifik untuk pertumbuhan tanaman, suhu, kelembaban, dll. Persyaratan ini harus dipenuhi selama aplikasi untuk mendapatkan kinerja penyingkiran terbaik. Fitoremediasi dinilai sangat cocok digunakan di negara tropis karena ketersediaan sinar matahari sepanjang tahun serta suhu dan kelembaban yang optimal untuk pertumbuhan tanaman, sedangkan di negara sub tropis, lingkungan yang terkendali sangat diperlukan. Greenhouse treatment disarankan diterapkan untuk menjaga kondisi lingkungan optimum bagi tanaman untuk mengolah polutan. Di bawah lingkungan yang terkendali, tumbuhan akan dapat mempertahankan kinerjanya sepanjang tahun yang dapat mengarah pada efisiensi penyisihan yang diinginkan.

Penulis: Muhammad Fauzul Imron

Artikel dapat diakses pada: http://www.jeeng.net/Recent-Progress-of-Phytoremediation-Based-Technologies-for-Industrial-Wastewater,156621,0,2.html