UNAIR NEWS – Masyarakat tengah menghadapi perkembangan era digital yang cukup pesat. Ikatan antar masyarakat satu dengan yang lain kini tak ada lagi batasan. Hal ini merupakan imbas dari dunia maya yang juga mengalami perkembangan.
Tapi siapa sangka bahwa dunia maya bisa mempengaruhi psikologi seseorang. Menurut Dr Rahkman Ardi MPsych, ruang virtual atau dunia maya berbeda dengan ruang fisik. Masyarakat berada pada ruang virtual dengan menggunakan media sosial. “Derajat anonimitas pada ruang virtual lebih bisa terkontrol. Hal ini berbeda ketika menggunakan komunikasi dengan ruang fisik,” katanya.
Ardi mencontohkan bahwa pada ruang fisik gestur dan mimik wajah memiliki peran yang besar dalam ruang fisik. Komunikan akan mempertanyakan gestur dan mimik yang ia dapatkan. “Misal komunikator mengernyitkan dahi, orang lain akan berpikir mengapa dia mengernyitkan dahi? Jangan-jangan dia marah dengan saya,” tuturnya.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) itu menambahkan bahwa pada ruang virtual seseorang bisa menjadi siapapun. Mereka juga bisa menutupi ekspresi yang sebenarnya terjadi. Seperti contoh seseorang yang memiliki lebih dari satu akun sosial media. Biasanya satu akun sosial media akan menunjukkan seseorang dengan tampilan yang serius. Sedangkan, akun lainnya menampilkan jati diri seseorang yang sebenarnya.
Media sosial menjadikan keterjangkauan komunikasi lebih luas. “Komunikasi tidak hanya dengan seseorang yang ada dalam jangkauan kita. Tapi bisa jadi dengan seseorang yang sebelumnya tidak ada dalam jangkauan. Hal ini bisa terjadi saat kita mengunggah sesuatu pada sosial media,” terangnya.
Sarana Memuaskan Kebutuhan
Lebih lanjut, Ardi mengungkapkan bahwa saat ini ruang virtual menjadi sarana untuk memuaskan kebutuhan pada ruang fisik. Kebutuhan ini yang ternyata bisa terpenuhi dalam ruang virtual tapi tidak pada ruang fisik. Meski semakin memperluas jejaring, tapi ruang virtual memiliki dampak negatif dan positif.
“Ketika melakukan aktivitas online, kita bebas melakukan apa saja. Tapi dampak negatifnya, hal ini bisa membuat hasrat gelap seseorang terpuaskan misalnya hasrat seksual,” ungkapnya.
Sementara dampak positifnya, bagi seseorang dengan gangguan kecemasan sosial dapat menggunakan media ini dengan baik. Meski mengalami gangguan kecemasan sosial, seseorang tetap membutuhkan bersosialisasi. “Mereka dapat memanfaatkan kebebasan ini untuk mencari teman atau dukungan,” katanya.
Pesan kepada Masyarakat
Ardi berpesan kepada masyarakat untuk tetap menggunakan ruang virtual dengan bijak. Hal ini agar masyarakat bisa memiliki kontrol diri yang baik. Setiap aktivitas yang masyarakat lakukan melalui ruang virtual memiliki konsekuensi. “Kita adalah makhluk yang ingin kebutuhannya terpenuhi. Sementara gadget dan media sosial kita bisa menguatkan bias dan memperlemah kontrol diri yang kita punya,” tutupnya.
Sebagai informasi, materi ini tersampaikan pada Webinar Bijak di Era Digital : New Media Literacy untuk Genz. Fakultas Psikologi UNAIR menjadi penyelenggara acara ini. Berlangsung pada Sabtu (20/4/2024) melalui ruang virtual zoom. Bani Bacan Hacantya Yudanagara SPsi MSi, bertugas menjadi moderator pada acara ini.
Penulis: Icha Nur Imami Puspita
Editor: Khefti Al Mawalia