UNAIR NEWS – Emisi karbon (CO2) dari berbagai aktivitas manusia sangat berdampak negatif pada keberlangsungan hidup. Emisi karbon yang tinggi berakibat pada global warming, pengasaman laut, kenaikan permukaan laut, kerugian ekonomi, dan meningkatnya penyakit menular. Saat ini CO2 di atmosfer melebihi tingkat tertinggi, setidaknya sejak Miosen. Hal itu menunjukkan adanya gangguan terhadap tren CO2 yang telah lama ada di atmosfer bumi
Mahasiswa Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) UNAIR Rais Al-Athar Antoni meneliti manfaat filter asap dalam mengurangi emisi karbon. Pengurangan emisi karbon menjadi upaya penting untuk memitigasi dampak negatif yang dihasilkan. Salah satu penyebab yang signifikan peningkatan emisi karbon adalah sampah. Tetapi, TPA (tempat pembuangan akhir) dengan operasi landfilling sebagai solusi pengelolaan sampah kerap tidak dihiraukan masyarakat.
“Masyarakat indonesia, khususnya perdesaan, masih cenderung melakukan perilaku membakar sampah pada tingkat rumah tangga,” katanya.
Menurut Cambridge Dictionary, emisi merupakan sejumlah zat yang diproduksi dan dilepaskan ke udara yang berbahaya bagi lingkungan, terutama karbondioksida. Emisi karbon dapat terjadi secara alami seperti respirasi dan dekomposi atau secara buatan melalui aktivitas manusia. Seperti pembakaran bahan bakar, fosil, deforestasi, dan industri.
Jenis Pembakaran
Pembakaran sampah dapat menghasilkan gas metana dan gas karbondioksida. Sampah yang dibakar tentu memiliki komposisi sampah organik dan anorganik yang berbeda-beda. Dengan komposisi sampah organik yang lebih besar, gas metana yang dihasilkan tentunya akan lebih banyak. Secara umum terdapat dua jenis pembakaran.
Pertama, pembakaran sempurna senyawa karbon adalah reaksi pembakaran yang menghasilkan produk akhir berupa karbon dioksida dan uap air. Reaksi tersebut berlangsung sempurna jika semua atom karbon teroksidasi sempurna menjadi karbon dioksida, dan semua atom hidrogen teroksidasi sempurna menjadi uap air.
Kedua, pembakaran tidak sempurna senyawa karbon adalah reaksi pembakaran yang menghasilkan produk akhir selain karbon dioksida dan uap air. Reaksi itu berlangsung tidak sempurna jika semua atom karbon tidak teroksidasi sempurna menjadi karbondioksida atau semua atom hidrogen tidak teroksidasi sempurna menjadi uap air.
“Pembakaran ini menghasilkan polutan seperti gas CO2 (penyebab pemanasan global), gas CO (bersifat racun didalam darah), gas SOx (penyebab hujan asam), gas Nox (penyebab terbentuknya kabut asap (smog)), dan partikulat (C dan Pb) Pembakaran sampah merupakan jenis pembakaran yang tidak sempurna,” tuturnya.
Solusinya adalah dengan pemanfaatan filter asap sebagai solusi inovatif untuk mengurangi emisi karbon. Penggunaan alat tersebut merupakan upaya pelestarian lingkungan serta potensinya dalam membantu pengurangan emisi karbon.

Pemanfaatan Insinerator dalam Rumah Tangga
Insinerator adalah alat pembakar limbah padat. Pembakaran dengan suhu tinggi menghasilkan energi panas yang dapat dimanfaatkan menjadi listrik. Insinerator tersedia dalam banyak tipe yang bisa dibeli sesuai dengan kebutuhan. Namun, pada umumnya sering digunakan tipe aqueous waste injection, fluidized bed, single chamber, starved air unit dan rotary kiln.
Pemanfaatan insinerator untuk pengelolaan sampah rumah tangga merupakan metode yang terus berkembang dengan kelebihan dan tantangan yang signifikan. Insinerator modern mampu mengurangi massa sampah hingga 85 persen dan volume sampah hingga 95 persen, menawarkan alternatif yang hemat ruang dibandingkan tempat pembuangan sampah, dan membantu menghilangkan kontaminasi air tanah
“Selain itu, insinerator dapat mengubah sampah menjadi energi. Sehingga berkontribusi terhadap emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan tempat pembuangan sampah,” ujarnya.
Tantangan Penerapan
Tantangan yang dihadapi dalam penerapan insinerasi adalah biaya investasi dan operasi tinggi. Selain itu, ancaman emisi polutan beracun masih ada walaupun terdapat teknologi scrubbing yang canggih.
Hal lainnya adalah terhambatnya upaya daur ulang dan pengurangan limbah karena “biaya peluang” yang terkait dengan insinerasi. Terlebih, pada negara berkembang yang minim pemilahan sampah organik dengan kadar air tinggi dinilai kurang praktis dibandingkan dengan sistem pengomposan.
Pada negara maju seperti Swedia, insinerasi dapat menjadi bagian dari strategi pengelolaan sampah yang komprehensif bila dikombinasikan dengan daur ulan. Kurang dari 1 persen sampah berakhir di tempat pembuangan sampah, dan sebagian besar sampah didaur ulang atau dibakar untuk dijadikan energi. Sehingga perlu ada solusi yang fleksibel dan peraturan yang ketat untuk meminimalkan emisi dan memastikan kelangsungan insinerasi sebagai bagian dari praktik pengelolaan limbah berkelanjutan.
Penulis: Rais Al-Athar Antoni/Azhar Burhanuddin
Editor: Feri Fenoria