Universitas Airlangga Official Website

Membangun Kembali Citra Polri

Saya mengampu matakuliah manajemen strategik di salah satu perguruan tinggi di Surabaya (lebih dari 15 tahun) dan di antara beberapa topik bahasan dalam kuliah saya, ada topik tentang strategi generik salah satunya strategi diferensiasi (differentiation strategy). Sacara umum menurut berbagai textbook strategi ini dijalankan sebagai upaya perusahaan membangun persepsi produk dimata pelanggannya. Produk yang dibuat memiliki persepsi unik atau beda dibandingkan dengan produk pesaingnya baik dibidang harga, teknologi, desain, warna, reputasi korporasi dan teknologi, pelayanan dan citra/image perusahaan. Fokus strategi ini adalah pelanggan atau pembeli untuk membangun persepsi nya tentang citra produk atau perusahaan.

Beberapa contoh strategi diferensiasi ini antara lain kalau kita menyebut produk jasa DHL maka dibenak (mindset) masyarakat DHL dikenal dalam hal superior service, reliability atau terpercaya; kalau saya menyebut produk fasyen Armani and Calvin Klein maka publik menyebut bahwa itu adalah merek produk yang memiliki nilai Top of the range image and reputation. Demikian pula kalau kita menyebut negara misalkan Jepang, Amerika Serikat dsb, maka publik akan memiliki asosiasi tentang “negara maju”, “negara yang menguasai teknologi” dsb. Semua itu adalah diferensiasi yang dimiliki sebuah perusahaan atau negara tentang reputasi, imaga (citra) dsb.

Ketika saya tanyakan kepada mahasiswa, apa dibenak mereka (persepsi mereka) kalau saya menyebut kata “Polisi” di Indonesia. Para mahasiswa itu diam, malu atau ragu untuk menjawab. Maka saya pancing dengan kata-kata “sopan santun”, “membantu warga tanpa pamrih”, “selalu membantu orang tua yang menyeberang”. Maka seketika itu kelas riuh karena menolak asosiasi saya itu. Mereka sebaliknya mengatakan bahwa secara umum polisi kita suka menilang dan meminta uang, kalau akan melakukan tilang sembunyi dibalik pohon atau bangunan, anggotanya kaya-kaya, istri para pejabatnya punya perilaku jetset dsb. Tentu, kita tidak boleh marah dengan jawaban mereka itu karena memang itu yang muncul dibenak masyarakat secara umum.

Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo akhir-akhir ini sering mengeluarkan pernyataan bahwa anggota polri harus mengembalikan citra polri dimata masyarakat yang menurun. Hal ini dikarenakan pak Kapolri ini merasa sedih dengan beberapa kejadian yang membuat malu institusi Polri antara lain kasus Irjen Sambo yang diduga membunuh stafnya, Irjen Sambo memiliki kekayaan yang diluar nalar publik; lalu kasus meninggalnya lebih dari 130 pendukung Arema di insiden stadion Kanjuruhan Malang, lalu kasus Kapolda Jatim yang baru diduga terlibat kejahatan narkotika. Diluar itu Kapolri juga dibuat marah karena ada istri pejabat polri yang memamerkan kekayaannya lewat sosal media. Tidak heran kalau Kapolri berserta jajarannya dipanggil khusus presiden Joko Widodo dimana presiden wanti-wanti agar anggota polri tidak memamerkan kekayaannya; setelah itu ada 7 jendral mantan Kapolri turun gunung untuk memberikan masukan-masukan bagaimana citra polisi yang runtuh itu bisa dipulihkan.

Soal membangun citra Polri tidak sendirian, karena di beberapa negara juga terjadi proses yang sama dikarenakan tuntutan masyarakat terhadap perilaku aparat kepolisian di negara-negara mereka. Salah satunya di Amerika Serikat karena citra kepolisiannya yang menurun akibat insiden penembakan yang mengakibatkan nyawa melayang dimana-mana, meningkatnya tingkat kriminal, munculnya tindakan brutal polisi (police brutality) dalam menangani kejadian kriminal, korupsi dsb, sehingga muncul demonstrasi diberbagai negara bagian untuk memprotes kinerja polisi dan sampai ada tuntutan “defunding the police” atau mengurangi anggaran negara untuk kepolisian.

Lalu muncullah berbagai masukan strategis dari masyarakat kepada aparat kepolisian misalnya pembaharuan rekruitmen, transfer jabatan dan tugas, perlunya petugas diminta untuk menghabiskan waktu di lingkungan dengan patroli berjalan kaki, di tempat penampungan tunawisma, klinik kesehatan mental, dan pengadilan komunitas, dan untuk berpartisipasi dalam Inisiatif Pemuda-Polisi. Seluruh stakeholder kepolisian dilibatkan dalam diskusi dan pengambilan keputusan, pelatihan menghadapi isu-isu rasial, transparansi, teknik-teknik interogasi yang manusiawi dsb.

Tentang masukan masyarakat agar polisi menjalankan patrol di lingkungan masyarakat, saya jadinya ingat dimasa kecil saya tahun 1950-190an sering menyaksikan dua polisi melakukan patroli dari kampung ke kampung di Surabaya naik sepeda ontel. Kehadiran mereka di tengah-tengah masyarakat menimbulkan rasa aman dan ketenangan lingkungan. “Bobby” – petugas polisi di kota London Inggris dengan seragam dan topi khasnya itu banyak ditemui diberbagai sudut kota tanpa membawa senjata agar memberi kesan ibukota Inggris Raya itu aman.

Saya yakin para mahasiswa dan dosen di Sekolah Pascasarjana UNAIR Kajian Ilmu Kepolisian mampu melakukan pembahasan strategis tentang bagaimana memperbaiki citra kepolisian RI (How to Restore Public Trust) dan memberikan masukan-masukan strategis kepada Polri yang kita cintai ini.