UNAIR NEWS – Dosen Studi Kejepangan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR) Antonius R. Pujo Purnomo Ph D menghadiri gelaran Seminar Nasional Pertama: Asosiasi Studi Kesusastraan Jepang di Indonesia (ASKJI) pada sabtu (20/8/2022).
Dalam kesempatan itu, Pujo membedah Novel Morika no Nagai Yoru karya Yoshimoto Banana dengan tajuk “Wanita-Wanita yang Terluka: Trauma Healing dalam novel Morika no Nagai Yoru. Ia menuturkan bahwa karya tersebut dipublikasikan kali pertama pada 1994, lalu dipublikasi ulang dalam bentuk bunkobon (buku ukuran kecil) pada 1997 dengan judul yang baru.
“Marika no Sofa, mempunyai istilah yang sama, namun memiliki perbedaan setting tempat,” ujarnya.
Novel itu mengisahkan seorang dokter wanita yang bernama Junko Sensei dan pasiennya yang memiliki kepribadian ganda. Salah satu nama yang sering muncul adalah Malika. Selama leboh dari 10 tahun, sang dokter merawat pasiennya hingga akhir sang pasien ingin mengunjungi Bali, persentuhan mereka dengan keindahan alam dan suasana mistis di Bali memberikan ketenangan batin mereka berdua.
Di dalam kepribadian tokoh Malika, dirinya dikisahkan memiliki watak yang pemurung karena pernah mengalami kekerasan seksual pada masa mudanya. “Selain itu, tokoh ini juga memiliki kepribadian lain, seperti Orange, Pein, Happy, Mitsuyo dan yang lainnya yang masuk tubuh tokoh Malika,” ujarnya.
Tujuan Melakukan Perjalanan Sebagai Trauma Healing
Menurut Pujo, perjalanan terjadi karena adanya motivasi. Yang disebabkannya adalah hasrat dasar menjadi pendorong keinginan melakukan perjalanan, dan juga, pengetahuan tentang daya tarik (pesona) dari sebuah tempat yang dipilihnya.
Mengutip Freud, Pujo mengungkapkan bahwa cara mengobati hati yang terluka akibat trauma adalah menggunakan kata kata atau dialog, karena dapat menggantikan tindakan untuk menyembuhkan trauma.
Dari novel tersebut, dapat dilihat bahwa tujuan dari Junko Sensei dan Malika melakukan perjalanan adalah untuk bepergian sebagai sarana refreshing. Karena itu, Junko Sensei berusaha untuk mengabulkan keinginan Malika yang ingin pergi ke Bali, dengan mengambil cuti dari pekerjaannya sebagai dokter.
Mengenai model penyembuhan yang dilakukan kedua tokoh tersebut, lanjut Pujo, mereka melakukan kegiatan refreshing dan bercakap-cakap. Hal itu dibuktikan pada salah satu cerita yang menunjukkan rasa rileks dan ringan yang dialami Malika ketika sedang berendam air hangat di hotel bersama Junko Sensei.
“Dari perjalanan berlibur di Bali itu, Malika merasakan hidup kembali dan tercerahkan, tidak seperti sebelumnya. penyembuhan tersebut dapat dikatakan berhasil,” imbuhnya.
Dari novel tersebut, imbuh Pujo, penulis Yoshimoto Banana ingin menyampaikan bahwa meski membutuhkan waktu dan usaha yang lama, trauma yang dialami seseorang dapat disembuhkan.
Penulis: Affan Fauzan
Editor: Feri Fenoria