Universitas Airlangga Official Website

Mencari Tahu Asal Mula Nenek Moyang Indonesia

Sesi penjelasan narasumber Prof Ronnie Hatley, pada Jumat (17/3/2023). (Foto: Shafa Aulia R, SS Zoom)

UNAIR NEWS – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga (FISIP UNAIR) Departemen Antropologi menggelar kuliah umum yang bertajuk Nenek Moyang Indonesia Merantau Dari Pesisir Taiwan, Papua, Campa (Asia Tenggara Daratan) pada Jumat (17/3/2023).

Acara itu diselenggarakan secara hybrid, secara offline dilaksanakan di ruang Alexa Gedung C lantai 2 FISIP UNAIR dan secara online melalui media Zoom. Menghadirkan Prof Ronnie Hatley sebagai narasumber, acar tersebut diikuti oleh para dosen dan mahasiswa.

Memiiki background studi Ilmu Hubungan International, Prof Ronnie mengaku sangat tertarik dengan masyarakat Jawa. “Setelah saya di Jawa saya begitu tertarik dengan budaya. Kemudian saya ingin tahu bagaimana aturan sosial, tingkah laku yang berlaku, hingga asal usul masyarakat ini,” ungkap Prof Ronnie.

Prof Ronnie yang merupakan ahi dalam migrasi Austronesia menjelaskan, pada 1500-4500 tahun yang lalu nenek moyang Indonesia merantau dari pesisir Taiwan, Papua, dan Campa (Asia Tenggara Daratan). Pada masa itu, masyarakat dikendalikan matriakal atau dominasi kepemimpinan perempuan Austronesia. Masa itu terdapat pada masa awal pertanian baru dimulai.

Tercipta Adat

Prof Ronnie mengatakan, perantauan leluhur Indonesia waktu itu menggunakan perahu. Ketika tiba di Indonesia, mereka membuat kampung, rumah panggung, kapak, gerabah merah, juga kain kulit kayu. Terciptalah adat rantau-mudik dan menghormati leluhur. “Mereka membuat kampung dimana ada unsur lain selain linguistik tetapi juga ada budaya mudik dan menghormati sesama,” ucap Prof Ronnie.

Dari budaya mudik tersebut timbul pertanyaan pokok mengapa kemudian pluralitas gen laki-laki di Borneo, Jawa, Sumatra, dan Malaya sama dengen gen laki-laki Austro-Asiatik di daratan AsiaTenggara. Prof Ronnie menjelaskan lebih lanjut terkait adanya migrasi gen yang berasal dari kawin matrilokal dan warisan matrilineal dimana saat laki laki menikah, ikut rumah tangga dengan istri.

“Di perantauan, perempuan Austronesia menikah dengan laki-laki Austro-Asiatik. Ketika lanjut merantau, mereka membawa gen laki-laki Austro-Asiatik ke Sundaland: Sumatra, Borneo, Tanah Melayu, Jawa, dan gen laki-laki Papua ke Wallacea: Maluku, NTT, Timor Leste. Migrasi berlanjut membawa unsur darat ke Indonesia. Akhirnya suami anak ikut bahasa rumah tangga ibu,” ucap Prof Ronnie.

Grafik migrasi rantau bangsa Indonesia. (Sumber: PPT Pemateri)

Prof Ronnie menunjukkan peta-peta migrasi dimana ia memetakan pendatang para leluhur. Kata kuncinya adalah merantau ada matriarki, yang ternyata matriarki juga masih ditemukan di beberapa tempat di Indonesia.

Nenek Moyang Indonesia

Pada sesi tanya jawab, salah satu mahasiswa Antropologi bernama Riyan mengajukan pertanyaan terkait grafik migrasi gen yang telah ditunjukkan narasumber. Riyan menanyakan apakah dapat dikatakan masyarakat Indonesia tidak punya nenek moyang dimana para leluhur datang dari migrasi.

Prof Ronnie menjawab dengan mengatakan bahwa memang benar para leluhur merupakan para pendatang yang melakukan migrasi. “Seperti yang saya sebutkan tadi, dalam grafik menunjukkan banyak pendatang dari luar, seperti dalam grafik hijau ke bawah terdapat grafik merah orang asli Papua yang hadir lebih dahulu dari Austronesia. Ada seperti suku aborigin yang memang budaya mereka diteruskan. Tapi memang sudah tercampur melalui pembabakan simpul-simpul lama,” jelas Prof Ronnie. (*)

Penulis: Shafa Aulia R.

Editor: Binti Q. Masruroh